Bismillahirrahmanirrahiim.
Assalamu'alaikum warahmatullah..saya ingin mengenal dan sekalian memperkenalkan kepada teman2 sosok sahabat Rasulullah yang satu ini. Time to Mush'ab bin Umair. :)
Nah, untuk saat ini, saya copas dari web eramuslim saja dulu. Sambil mencari2 kira2 dimana bisa menemukan buku yg membahas ini secara lengkap.. bagi yg tahu, tolong infokan ke saya yaah! syukron before.. :D
Oke, selamat membaca.. ^_^
=======================
Duta Pertama Islam: Mush’ab bin Umair
Di antara sahabat Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam yang memiliki semangat dan kepiawaian dalam menjalankan tugas da’wah ialah Mush’ab bin Umair. Ia terhitung salah seorang as-Sabiqun al-Awwaluun (pionir pemeluk Islam). Sahabat yang satu ini sudah memperlihatkan kehanifan dan kecintaannya kepada iman sejak awal kali ia mendengar soal Muhammad bin Abdullah shollallahu ’alaih wa sallam yang mengaku sebagai Nabi terakhir utusan Allah. Coba perhatikan bagaimana Khalid Muhammad Khalid menggambarkan soal keislamannya di dalam buku Karakteristik Perihidup Enampuluh Sahabat Rasulullah:
Baru saja Mush’ab mengambil tempat duduknya, ayat-ayat al-Quran mulai mengalir dari kalbu Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bergema melalui kedua bibirnya dan sampai ke telinga, meresap di hati para pendengar. Di senja itu Mush’ab pun terpesona oleh untaian kalimat Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam yang tepat menemui sasaran pada kalbunya. Hampir saja anak muda itu terangkat dari tempat duduknya karena rasa haru, dan serasa terbang ia karena gembira. Tetapi Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam mengulurkan tangannya yang penuh berkat dan kasih sayang dan mengurut dada pemuda yang sedang panas bergejolak, hingga tiba-tiba menjadi sebuah lubuk hati yang tenang dan damai, tak obah bagai lautan yang teduh dan dalam. Pemuda yang telah Islam dan Iman itu nampak telah memiliki ilmu dan hikmah yang luas – berlipat ganda dari ukuran usianya – dan mempunyai kepekatan hati yang mampu merubah jalan sejarah.
Memang, Mush’ab bin Umair bukan sembarang lelaki. Ketika di masa jahiliyyah, ia dikenal sebagai pemuda dambaan kaum wanita. Ia adalah seorang pemuda ganteng yang dikenal sangat perlente. Bila ia menghadiri sebuah perkumpulan ia segera menjadi magnet pemikat semua orang terutama kaum wanita. Gemerlap pakaiannya dan keluwesannya bergaul sungguh mempesona. Namun sesudah memeluk Islam, ia berubah samasekali. Beginilah gambaran penulis buku yang sama:
Pada suatu hari ia tampil di hadapan beberapa orang muslimin yang sedang duduk sekeliling Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam. Demi memandang Mush’ab, mereka sama menundukkan kepala dan memejamkan mata, sementara beberapa orang matanya basah karena duka. Mereka melihat Mush’ab memakai jubah usang yang bertambal–tambal, padahal belum lagi hilang dari ingatan mereka – pakaiannya sebelum masuk Islam – tak obahnya bagaikan kembang di taman, berwarna-warni dan menghamburkan bau yang wangi. Adapun Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam, menatapnya dengan pandangan penuh arti, disertai cinta kasih dan syukur dalam hati, pada kedua bibirnya tersungging senyuman mulia seraya bersabda : “Dahulu saya lihat Mush’ab ini tak ada yang mengimbangi dalam memperoleh kesenangan dari orang tuanya, kemudian ditinggalkannya semua itu demi cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya.”
Demikianlah, Mush’ab menjadi seorang yang meninggalkan kebanggan palsu dunia dan menggantikannya dengan kemuliaan hakiki akhirat. Tidak mengherankan bila akhirnya Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam menunjuknya untuk menjadi duta pertama Islam berda’wah di Madinah.
Beginilah gambarannya:
Suatu saat Mush’ab dipilih Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam untuk melakukan suatu tugas maha penting saat itu. Ia menjadi duta atau utusan Rasul ke Madinah untuk mengajarkan seluk beluk Agama kepada orang – orang Anshar yang telah beriman dan baiat kepada Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam di bukti Aqabah. Disamping itu mengajak orang-orang lain untuk menganut agama Allah, serta mempersiapkan kota Madinah untuk menyambut hijrah Rasul sebagai peristiwa besar. Sebenarnya di kalangan sahabat ketika itu masih banyak yang lebih tua, lebih berpengaruh dan lebih dekat hubungan kekeluargaannya dengan Rasulullah daripada Mush’ab. Tetapi Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam menjatuhkan pilihannya kepada “Mush’ab yang baik”. Dan bukan tidak menyadari sepenuhnya bahwa beliau telah memikulkan tugas amat penting ke atas pundak pemuda itu, dan menyerahkan kepadanya tanggung jawab nasib agama Islam di kota Madinah, suatu kota yang tak lama lagi akan menjadi kota tempatan atau kota hijrah, pusat dari dai dan dakwah, tempat berhimpunnya penyebar Agama dan pembela al-Islam. Mush’ab memikul amanat itu dengan bekal karunia Allah kepadanya berupa fikiran yang cerdas dan budi yang luhur. Dengan sifat zuhud, kejujuran dan kesungguhan hati, ia berhasil melunakkan dan menawan hati penduduk Madinah hingga mereka berduyun-duyun masuk Islam.
Sesampainya di 
Madinah, didapatinya Kaum Muslimin di sana tidak lebih  dari dua belas 
orang, yakni hanya orang-orang yang telah baiat di bukit  Aqabah. Tetapi
 tiada sampai beberapa bulan kemudian, meningkatlah orang  yang 
sama-sama memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya.    Pernah ia 
menghadapi beberapa peristiwa yang mengancam keselamatan diri  serta 
sahabatnya, yang nyaris celaka kalau tidak karena kecerdasan akal  dan 
kebesaran jiwanya.
Suatu hari, ketika ia sedang memberikan petuah  
kepada orang-orang, tiga-tiba disergap Usaid bin Hudlair kepala suku  
kabilah Abdul Asyhal di Madinah. Usaid menodong Mush’ab dengan  
menyentakkan lembingnya. Bukan main marah dan murkanya Usaid,  
menyaksikan Mush’ab yang dianggap akan mengacau dan menyelewengkan anak 
 buahnya dari agama mereka, serta mengemukakan Allah Yang Maha Esa yang 
 belum pernah mereka kenal dan dengar sebelum itu. Padahal menurut  
anggapan Usaid, tuhan-tuhan mereka yang bersimpuh lena di tempatnya  
masing-masing mudah dihubungi secara kongkrit. Jika seseorang memerlukan
  salah satu diantaranya, tentulah ia akan mengetahui tempatnya dan  
segera pergi mengunjunginya untuk memaparkan kesulitan serta  
menyampaikan permohonan. Demikianlah yang tergambar dan terbayang dalam 
 fikiran suku Abdul Asyhal. Tetapi Tuhannya Muhammad shollallahu ’alaih 
wa sallam – yang diserukan beribadah kepada-Nya – oleh utusan yang 
datang kepada  mereka itu, tiadalah yang mengetahui tempat-Nya dan tak 
seorangpun yang  dapat melihat-Nya.
Demi dilihat kedatangan Usaid bin 
Hudlair yang murka bagaikan api sedang  berkobar kepada orang-orang 
Islam yang duduk bersama Mush’ab, mereka  pun merasa kecut dan takut. 
Tetapi “Mush’ab yang baik” tetap tinggal  tenang dengan air muka yang 
tidak berubah.  Bagaikan singa hendak menerkam, Usaid berdiri di depan 
Mush’ab dan Sa’ad  bin Zararah, bentaknya: “Apa maksud kalian datang ke 
kampung kami ini,  apakah hendak membodohi rakyat kecil kami? Tinggalkan
 segera tempat ini,  jika tak ingin segera nyawa kalian melayang!”  
Seperti tenang dan mantapnya samudera dalam, laksana terang dan damainya
  cahaya fajar, terpancarlah ketulusan hati ”Mush’ab yang baik”, dan  
bergeraklah lidahnya mengeluarkan ucapan halus, katanya “Kenapa anda  
tidak duduk dan mendengarkan dulu? Seandainya anda menyukai nanti, anda 
 dapat menerimanya. Sebaliknya jika tidak, kami akan menghentikan apa  
yang tidak anda sukai itu!”
Sebenarnya Usaid seorang berakal dan 
berfikiran sehat. Dan sekarang ini  ia diajak oleh Mush’ab untuk 
berbicara dan meminta pertimbangan kepada  hati nurani sendiri. Yang 
dimintanya hanyalah agar ia bersedia  mendengarkan dan bukan lainnya. 
Jika ia menyetujui, ia akan membiarkan  Mush’ab, dan jika tidak, maka 
Mush’ab berjanji akan meninggalkan kampung  dan masyrakat mereka untuk 
mencari tempat dan masyarakat lain, dengan  tidak merugikan ataupun 
dirugikan orang lain.  “Sekarang saya insaf”, ujar Usaid, lalu 
menjatuhkan lembingnya ke tanah  dan duduk mendengarkan.
Demi Mush’ab membacakan ayat-ayat Al-Quran dan mengajarkan dakwah yang dibawa oleh Muhammad bin Abdullah shollallahu ’alaih wa sallam, maka dada Usaid pun mulai terbuka dan bercahaya, beralun berirama mengikuti naik turunnya suara serta meresapi keindahannya. Dan belum lagi Mush’ab selesai dari uraiannya. Usaidpun berseru kepadanya dan kepada sahabatnya, ”Alangkah indah dan benarnya ucapan itu! Dan apakah yang harus dilakukan oleh orang yang hendak masuk Agama ini?” Maka sebagai jawabannya gemuruhlah suara tahlil, serempak seakan hendak menggoncangkan bumi. Kemudian ujar Mush’ab, ”Hendaklah ia mensucikan diri, pakaian dan badannya, serta bersaksi bahwa tiada Tuhan yang haq diibadahi melainkan Allah”
Beberapa lama Usaid meninggalkan mereka, kemudian kembali sambil memeras air dari rambutnya, lalu ia berdiri sambil menyatakan pengakuannya bahwa tiada Tuhan yang haq diibadahi melainkan Allah dan bahwa Muhammad itu utusan Allah. Secepatnya berita itu pun tersiar. Keislaman Usaid disusul oleh kehadiran Sa’ad bin Mu’adz. dan setelah mendengarkan uraian Mush’ab, Sa’ad merasa puas dan masuk Islam pula. Langkah ini disusul pula oleh Sa’ad bin Ubadah. Dan dengan keislaman mereka ini, berarti selesailah persoalan dengan berbagai suku yang ada di Madinah. Warga kota Madinah saling berdatangan dan tanya bertanya sesama mereka, “Jika Usaid bin Hudlair, Saad bin ‘Ubadah dan Sa’ad bin Mu’adz telah masuk Islam, apalagi yang kita tunggu. Ayolah kita pergi kepada Mush’ab dan beriman bersamanya! Kata orang, kebenaran itu terpancar dari celah-celah giginya!”
Saudaraku, sungguh kehidupan Mush’ab bin Umair sangat sesuai dengan kehidupan teladannya Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam digambarkan di dalam Al-Qur’an sebagai seseorang yang berambisi ”menginginkan keimanan dan keselamatan” atas manusia. Sehingga kesibukan utamanya adalah senantiasa mengajak manusia untuk mendekat, beriman dan taat kepada Allah.
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ
حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu'min.” (QS At-Taubah ayat 128)
Subhanallah...^_^
from :http://www.eramuslim.com/suara-langit/undangan-surga/duta-pertama-islam-mush-ab-bin-umair.htm
Demi Mush’ab membacakan ayat-ayat Al-Quran dan mengajarkan dakwah yang dibawa oleh Muhammad bin Abdullah shollallahu ’alaih wa sallam, maka dada Usaid pun mulai terbuka dan bercahaya, beralun berirama mengikuti naik turunnya suara serta meresapi keindahannya. Dan belum lagi Mush’ab selesai dari uraiannya. Usaidpun berseru kepadanya dan kepada sahabatnya, ”Alangkah indah dan benarnya ucapan itu! Dan apakah yang harus dilakukan oleh orang yang hendak masuk Agama ini?” Maka sebagai jawabannya gemuruhlah suara tahlil, serempak seakan hendak menggoncangkan bumi. Kemudian ujar Mush’ab, ”Hendaklah ia mensucikan diri, pakaian dan badannya, serta bersaksi bahwa tiada Tuhan yang haq diibadahi melainkan Allah”
Beberapa lama Usaid meninggalkan mereka, kemudian kembali sambil memeras air dari rambutnya, lalu ia berdiri sambil menyatakan pengakuannya bahwa tiada Tuhan yang haq diibadahi melainkan Allah dan bahwa Muhammad itu utusan Allah. Secepatnya berita itu pun tersiar. Keislaman Usaid disusul oleh kehadiran Sa’ad bin Mu’adz. dan setelah mendengarkan uraian Mush’ab, Sa’ad merasa puas dan masuk Islam pula. Langkah ini disusul pula oleh Sa’ad bin Ubadah. Dan dengan keislaman mereka ini, berarti selesailah persoalan dengan berbagai suku yang ada di Madinah. Warga kota Madinah saling berdatangan dan tanya bertanya sesama mereka, “Jika Usaid bin Hudlair, Saad bin ‘Ubadah dan Sa’ad bin Mu’adz telah masuk Islam, apalagi yang kita tunggu. Ayolah kita pergi kepada Mush’ab dan beriman bersamanya! Kata orang, kebenaran itu terpancar dari celah-celah giginya!”
Saudaraku, sungguh kehidupan Mush’ab bin Umair sangat sesuai dengan kehidupan teladannya Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam digambarkan di dalam Al-Qur’an sebagai seseorang yang berambisi ”menginginkan keimanan dan keselamatan” atas manusia. Sehingga kesibukan utamanya adalah senantiasa mengajak manusia untuk mendekat, beriman dan taat kepada Allah.
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ
حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu'min.” (QS At-Taubah ayat 128)
Subhanallah...^_^
from :http://www.eramuslim.com/suara-langit/undangan-surga/duta-pertama-islam-mush-ab-bin-umair.htm
Siapa Duta Islam ke Indonesia? Bisa kasi linknya kalau ada. Karena Rasul cinta bangsa Indonesia. Ini beritanya: Rasulullah Sayang Bangsa Indonesia
ReplyDelete