Friday, June 03, 2016

LOST IN JAPAN !!

Assalamu'alaikum.. Konbanwa! :D
Lagi ingat sesuatu nih.. ^_^

27 Juli beberapa tahun lalu, itu momen di mana aku akan kembali ke Kobe setelah menginap (homestay) di rumah keluarga Kokubo di Itami. Sebelum bercerita terlalu jauh, aku akan menjelaskan sedikit mengapa aku bisa berada di Jepang. Pada saat itu aku sedang mengikut program pertukaran mahasiswa di Jepang dan salah satu kegiatan kami adalah menginap di rumah keluarga Jepang yang bermitra dengan program ini. Aku bukan orang yang mudah menghapal rute dan nama jalan, jadi saat harus pulang sendirian menuju Kobe dari Itami aku mendapat sedikit masalah. Sesuai judulnya, yes, i’m lost in Japan! Dan itu bukanlah sebuah track record yang patut diacungi jempol. Huhu. Namun pengalaman itu tetap menjadi hartaku yang berharga, yang kini membuatku tersenyum.

Malam itu, keluarga Kokubo melepasku di stasiun kereta di Itami. Aku pulang sendirian dari Itami. Naik kereta sampai di Kobe, melewati beberapa stasiun, seorang diri. Selama berada di Jepang, aku tidak pernah berpisah dengan kedua temanku sesama mahasiswi dari Indonesia. Namun saat akan homestay, kami mesti terpisah sementara. Saat akan berangkat ke destinasi masing-masing ada mahasiswa Jepang yang mendampingi kami, lalu sang mahasiswa akan kembali ke Kobe. Kemudian saat pulang ke Kobe, dari destinasi masing-masing kami mesti pulang seorang diri.

Yosh! Kita berpetualang (sendirian)!! :D

Bismillah. Tak lelah kurapalkan doa agar perjalanan pulangku baik-baik saja. Stasiun masih ramai di malam hari musim panas. Setelah berpamitan dan mengucapkan banyak-banyak terima kasih pada keluarga Kokubo, aku berjalan memasuki gerbong kereta. Ada yang menoleh untuk melihatku, mungkin karena hijab panjang yang kukenakan. Di dalam kereta itu seingatku tak ada yang berpenampilan turis, semuanya nampak seperti orang Jepang pada umumnya. Jadilah aku sedikit mencuri perhatian beberapa orang di sana. Aku duduk di kursi empuk yang panjang. Dengan dada berdebar karena takut nyasar, kulihat secarik kertas pemberian Yoko san yang sudah diberi catatan nama stasiun yang akan kulewati dan stasiun tempatku turun yakni Stasiun Sannomiya.

Keringat dinginku meluncur melihat catatan itu penuh huruf kanji. Aku tidak tahu cara bacanya. Sejenak aku bingung mesti meminta tolong kepada siapa, ponselku dulu belum secanggih sekarang untuk menerjemahkan huruf kanji. Sebelum kereta benar-benar berangkat, ada seseorang yang melangkah masuk ke dalam kereta. Pria itu duduk di sebelah kananku, tak jauh dari posisiku. Kulirik orangnya, hmm..wajahnya ramah, pakaiannya santai rapi, dan tidak nampak sibuk, plus lumayan ganteng *eh. Dia hanya duduk tanpa memegang ponsel. Dia juga tidak nampak ingin tidur. Kuabaikan rasa malu dan segera mendekat untuk bertanya kepadanya. (Malu bertanya, sesat di jalan!!)

“Maaf..” (tentu dengan Bahasa jepang, tapi di sini kuterjemahkan saja)

“Iya?” si orang Jepang merespon cepat. Aku mendekat beberapa senti, dia juga mendekatkan dirinya.

“Maaf, aku ingin bertanya. Kalau mau turun di stasiun Sannomiya, mesti lewati stasiun apa saja? Aku tidak bisa baca kanji ini” sambil menunjuk catatan di kertas.

tiket pulang dari Itami ke Kobe :) baca tuh kanjinya! :D
 

Dia mengambil kertas dan menjelaskan dengan bahasa Jepang yang untungnya mudah kumengerti dan dia berkata bahwa nanti kalau aku sudah tiba di stasiun yang kutuju dia akan memberitahu agar aku bisa segera turun di stasiun itu. Kalimatnya membuatku tenang. Kuucapkan banyak terima kasih.

Setelah itu obrolan kami berlanjut, kami saling berkenalan dan dia bertanya apa yang kulakukan di Jepang, jadi aku menceritakan program pertukaran mahasiswa di salah satu kampus di Kobe dan jadwal homestay di Itami. Dia pun menceritakan tentang dirinya bahwa dia pernah ke Indonesia, tepatnya di Bali. Pria muda yang kutebak berumur sekitar 20-25 tahun itu berusaha mengatakan beberapa kalimat dalam bahasa Indonesia, dan mungkin responku saat itu sangat bisa terbaca, yaapp terkesima. Hehe

Aku ingat di dalam tas jinjingku yang sobek masih ada beberapa gantungan kunci boneka yang berpakaian adat Sulawesi. Masih baru dan terbungkus plastik. Dari Indonesia aku memang sengaja membawa banyak sekali gantungan kunci yang menunjukkan ciri khas Indonesia atau kota Makassar, sebagai hadiah untuk sensei dan teman-teman baruku selama di Jepang. Kuberikan gantungan kunci itu kepadanya. Dia sangat senang dan mengucapkan terima kasih. Pria itu memandangi gantungan kunci itu lama sekali sambil tersenyum. Aku jelaskan bahwa boneka itu memakai pakaian tradisional Makassar. Dia bilang kalau suatu hari nanti dia ke Indonesia, dia mau berkunjung ke Makassar. Tentu saja aku senang mendengarnya dan menyambut hangat hal itu. Oh..mini kite kudasai.. ^_^.

Pria itu namanya siapa ya? Watanabe Hiroki bukan ya? Hahaa. Lupa lagi. Sebenarnya sebelum aku turun, dia sempat memberikan kartu namanya, katanya kalau ada apa-apa selama di Jepang aku bisa menelpon. Aku sungguh berterima kasih dan menganggukkan kepalaku. Betapa baiknya pria itu. Dia memberitahuku untuk turun di stasiun Sannomiya dengan sopan ketika kereta berhenti di sana dan berkata ia akan turun di stasiun berikutnya. Aku keluar dari kereta dan berbalik ke arah pintu, memandangnya, membungkukkan badan, dan kami saling melambaikan tangan dengan senyum lebar.

Tak ada kontak fisik waktu itu. Alhamdulillah ya. Budaya orang Jepang untuk menghormati itu adalah saling membungkukkan badan, bukan berjabat tangan.

Btw, lama kartu nama itu kusimpan di buku agenda, dan aku belum pernah menelepon beliau, bahkan hingga hari ini..karena sayang sekali kartu nama yang berisi info namanya, nomor ponsel, dan email dia sudah lama hilang. So sad.. :'|

Oke lanjut...

Syukurlah selain mendapat teman baru (yang kini masih lost contact), aku tiba di stasiun yang tepat dengan selamat. Sayangnya, aku lupa rute perjalanan menuju asrama. Waktu aku diantar ke stasiun, saat itu hari masih pagi. Suasananya berbeda dengan malam hari. Seperti yang sudah kutuliskan di paragraph atas, aku kurang cepat mengingat rute dan nama jalan. Namun kuberanikan diri untuk berjalan keluar dari stasiun sambil menebak kira-kira jalanan yang mana yang kulewati tempo hari. Mungkin yang kanan? Tebakku. Aku berjalan ke arah kanan sambil sesekali mengecek jam tangan, sudah hampir jam sembilan malam. Apa cuma aku yang masih berada di luar dan semua teman-teman sudah kembali dengan tenang di asrama? Pikirku. Begitu berjalan cukup jauh, aku heran mendapati jalanan semakin sepi. Tak jauh dari tempatku berdiri ada tanah lapang yang luas. Tempat itu tidak familiar bagiku. Nyaris tidak ada orang di jalanan selain aku. Kuputuskan kembali ke stasiun saja. Dengan langkah tergesa-gesa menghindari jalan-jalan yang sunyi aku menuju ke keramaian stasiun. Masih ada dua opsi lain, berjalan ke arah kiri atau lurus ke depan. Kupilih melangkah ke depan, meski akhirnya aku merasa jalanan itu juga tak familiar. Seingatku, tempo hari ada pusat pertokoan yang kulewati, tapi mengapa sudah berjalan jauh aku belum sampai ke area pertokoan itu? Tak ada orang lain yang bisa kutanyai di jalan. Jika ada polisi pasti aku akan terbantu. Nihil. Tak ada. Sedangkan aku takut mendekati pria asing di jalan yang agak remang-remang di malam hari. Tak henti aku berdoa sambil berjalan cepat kembali ke stasiun.

Orang-orang pun mulai tidak ramai lagi berlalu lalang. Keringat dinginku membanjir sudah. Di salah satu sudut jalan di arah kiri, ada gerombolan pria yang sedang berkumpul. Rasanya beberapa dari mereka seperti menoleh dan menunjuk-nunjuk ke arahku. Aku hanya berharap para pria itu tidak datang menghampiri meski mungkin mereka heran dan kasihan melihat turis berhijab mondar-mandir sendirian di jalan. Tak apa, lebih baik mereka tak mendekat saja. Bodohnya aku.. saat itu sama sekali tak berpikir untuk masuk kembali ke stasiun dan bertanya pada para petugas di sana. Sama sekali tak ada pikiran ke sana!! Ckck. Padahal aku yakin mereka pasti akan membantu. Sementara itu, jalanan semakin sepi. Jika ada orang yang lewat ia selalu berjalan dengan tergesa-gesa. Seolah mereka melayang, bukan berjalan kaki, karena langkahnya yang cepat tapi smooth. Aku tidak bisa meminta tolong kepada orang-orang yang terlihat sibuk dan sedang terburu-buru seperti itu.

Tak lama, ada sosok gadis berkacamata yang nampak masih muda, usia kisaran 18-20an tahun, melintas tak jauh dari tempatku bersandar ditatap pilu oleh semut-semut merah yang berbaris rapi di dinding. Huhuh. Segera kulangkahkan kaki, berjalan sedikit lebih cepat untuk menyusul gadis berambut pendek itu. “Sumimasen..” ucapku. Pelan gadis itu berbalik, melepaskan earphonenya saat beradu tatap denganku. Dengan sopan dan hati-hati aku bertanya "Sorry. Can you help me?" Aku bertanya rute menuju asramaku. Sejenak dia berpikir lalu menjelaskan rute mana yang harus kulalui. Aku yang belum benar-benar paham masih sibuk mencerna penjelasannya. Dari raut wajahnya dia nampak khawatir, jadi dia berkata akan mengantarku saja. Aku bertanya apakah dia tidak sibuk? Dia menjawab bahwa dia mau ke rumah temannya untuk belajar bersama tapi tidak apa-apa kalau terlambat sedikit untuk menemaniku karena dia takut aku mendapat kesulitan jika berjalan sendirian di malam hari. Duh..so sweet banget deh!! ^_^ *terharu tingkat dewa*.

Kami pun bersama-sama menyusuri jalan sambil mengobrol. Sama seperti kepada pria yang kutemui di dalam kereta, aku ceritakan kedatanganku ke Jepang dan kenapa bisa ada di stasiun malam itu, dia meresponku dengan mengucapkan “sugoi..sugoi..”. Dia bercerita bahwa ia juga mahasiswi di Kobe tapi bukan di kampus tempat aku belajar, melainkan di salah satu kampus negeri di Kobe. Dia memperkenalkan dirinya sebagai Matsubara. Sepanjang jalan kami terus mengobrol. Suara Matsubara san benar-benar lembut khas tokoh protagonis di anime! Aku pikir suara tokoh anime seperti itu cuma dibuat-buat saja, tapi ternyata malam itu aku mendengar sendiri suara Matsubara san memang sehalus itu. Orangnya juga benar-benar baik! Masyaallah. :')

Sepanjang jalan, sambil mengobrol aku perhatikan rute..sepertinya ada yang aneh. Apa kami salah rute lagi? Tanyaku dalam hati.

“Masih berapa jauh lagi jaraknya?” tanyaku.
Dia jawab, “Sudah dekat kok.”

Lho?! Lagi-lagi aku tidak familiar dengan jalanan dan area yang kami lewati! Firasat ini berkata this is the wrong way. Ternyata benar, tak lama Matsubara san menunjuk “koko desu”. Aku syok. “Iie, chigaimasu” kataku, dan dia ikut kaget. Kami mencocokkan nama asramaku dengan nama asrama yang terukir di dinding pagar. Berbeda! Kami pun buru-buru kembali ke arah stasiun. Aku berusaha mensugesti diri untuk tetap tenang.

Aha!! Aku bertanya padanya, apa dia punya ponsel. Dia punya dan aku meminta tolong agar dia menelepon nomor dosenku (orang Jepang) yang kartu namanya ada di dalam tasku. Dia setuju. Itu cara tercepat untuk aku bisa pulang ke asrama, dengan arahan dosenku. Aku ingat, dulu salah satu dosen Jepang berkata, “Kalau ada apa-apa, kalian bisa menghubungi nomor yang tertulis di kartu lain di belakang kartu nama kalian. Hubungi saja nomor asrama atau nomor dosen penanggung jawab”. Matsubara san segera menelepon dan terhubunglah ia dengan seseorang. Aku berusaha menangkap pembicaraan yang begitu lancar dilontarkan dalam bahasa Jepang. Matsubara san bercerita pertemuan awal kami sampai akhirnya kami nyasar. Dan ternyata memang benar, kami salah alamat tadi. Memang ada beberapa asrama mahasiswa di sekitar stasiun, dan kami ke asrama yang salah. Matsubara san berkata “tidak apa-apa” yang aku duga adalah balasan dari ucapan terima kasih yang bertubi-tubi ia terima dari seseorang diseberang telepon. Dia menutup telepon dan berkata bahwa seseorang bernama Murakami sensei akan segera menjemputku di stasiun. Kami berdua disarankan menunggu dengan tenang di situ. Aku patuh saja. Apalagi yang akan menjemput itu tak lain adalah salah satu dosen (guru besar) di kampusku. Sosok baik hati, berkharisma, dan disegani. Dalam kepalaku aku mulai sibuk menyusun kalimat maaf dan terima kasih, serta alasan-alasan mengapa semua ini terjadi.
*menerawang memandang langit malam* (_ _”)

Di pintu tempat aku keluar pertama kali, di situlah aku kembali dan menunggu berdua bersama Matsubara san. Dia masih rela menemani :'). Di sela-sela kami menunggu kedatangan Murakami sensei, aku mencari sesuatu yang mungkin bisa kuberikan sebagai tanda terima kasihku yang mendalam. Matsubara san rela menemaniku padahal dia ada kegiatan lain. Sayang sekali, gantungan kunciku di tas sudah habis. Jadi aku mengambil salah satu kipas kecil bermotif khas Jepang dan memberikannya pada gadis berkacamata itu. Dia awalnya menolak dengan sopan, tapi aku rada ngotot karena aku benar-benar berterima kasih dan mau memberikan sesuatu padanya. Meskipun hanya kipas sederhana, tapi kipas yang tadinya kuniatkan sebagai oleh-oleh untuk orang di Indonesia, ingin kuberikan pada Matsubara san saja. Syukurlah dia mau menerimanya, dan tak lama Murakami sensei datang! Kedatangan beliau bagai oase di padang pasir, sungguh melegakan! Alhamdulillah. Seketika kecemasanku lenyap begitu saja! :'D

Setelah berpamitan dengan Matsubara san (sebelumnya kami sempat bertukar email), aku dan Murakami sensei berjalan bersama menuju asrama yang sesungguhnya. Aku masih ingat, saat itu Murakami sensei terlihat sangat berterima kasih dan lega karena Matsubara san sudah mau menolong dan ‘menjaga’ anak nyasar ini. Nah, di dalam perjalanan pulang gantian aku yang berterima kasih sekaligus meminta maaf kepada senseiku. Dengan wajah ramah beliau berulang kali berkata, “Daijoubu..shimpaishinaide (Tidak apa-apa..jangan khawatir".

Kami mengobrol dan ternyata obrolannya jadi seru. Beliau tertawa saat aku bercerita panjang lebar tentang rute nyasarku. Benar saja, rute yang kami jalani kali inilah yang familiar. Meskipun jalanan sudah sepi, hanya beberapa kendaraan dan orang yang melintas, tapi aku kenal jalanan itu. Dan aku lega karena sudah ada dosenku bersamaku menuju asrama. Murakami sensei berkata bahwa cuma aku saja yang belum kembali ke asrama padahal waktu sudah menunjukkan jam setengah 11 malam. T_T

Beliau mendapat telefon dari Uota sensei bahwa aku masih berada di stasiun dan lupa rute menuju asrama. Menurut cerita beliau, tadinya Uota sensei lah yang mau menjemputku, tapi kemudian Murakami sensei menawarkan diri karena kebetulan sekali malam itu Murakami sensei sedang berada di stasiun lain -sebelum Sannomiya- dan akan turun di Sannomiya jadi beliau bisa sekaligus menjemputku. Dan pantas saja aku beberapa kali salah jalan, itu karena aku salah keluar pintu stasiun.

Benar saja, di asrama pun kedua temanku dan beberapa teman dari Korea dan Taiwan sudah menunggu dan bersyukur melihat kepulanganku ke asrama. *Ah..aku memalukan.. :'D
Alhamdulillah untuk semua pengalaman ini. Walaupun saat itu rasanya malu sekali karena telah membuat banyak orang cemas.

Terima kasih banyak pria baik hati di Kereta.
Terima kasih banyak Matsubara san.
Terima kasih banyak Murakami sensei dan segenap dosen yang panik.
Semoga Allah membalas segala kebaikan dan ketulusan kalian, sekaligus memberi kalian Hidayah-Nya. Aamiin ya Allah.

Sayangnya, sudah lama aku tidak terhubung dengan mereka, karena kartu nama dan catatan email mereka hilang, sedangkan email lamaku sudah tidak aktif. Sedih banget sih..T_T
Meski begitu, aku tidak pernah lupa dengan momen itu, tak pernah lupa dengan kebaikan mereka malam itu. Walau tak tahu kapan bisa terhubung dan bertemu kembali, sampai hari ini aku masih mengingat mereka, terlebih saat aku memandangi foto-foto kenangan di Jepang. Sampai saat ini aku tak pernah berhenti mendoakan keluarga Kokubo yang sangat kurindukan, pria baik hati di kereta yang aku lupa namanya tapi tak pernah lupa senyum dan keramahannya, Matsubara san yang santun dan lembut, dan Murakami sensei dan dosen-dosen Jepang yang baik hati. Semoga Tuhan membalas segala kebaikan mereka, dan mengizinkan kami bertemu kembali pada kesempatan yang lebih baik dan bahagia. Aamiin.

Pesan untuk diriku : Lain kali aku harus benar-benar menyimak rute. Jangan sibuk foto kanan kiri saja, sampai lupa aku udah di jalan mana. Duh, jangankan di Jepang, di Makassar saja kadang masih sering nyasar. Hehe. Lalu kalau ada masalah seperti yang kutulis di atas itu jangan langsung panik, jalan keluar pasti ada, setidaknya cari polisi atau orang baik untuk bertanya atau buka gmaps!! Handphone dan fitur/mesin pencari di masa kini sudah lebih canggih dibanding dulu kan ya? Hehe (Sok tenang..padahal udah keringat dingin duluan hari itu :p)

Tadinya kupikir orang Jepang adalah orang-orang yang individualis. Orang yang tidak mau ikut campur dengan urusan orang lain. Mungkin ada benarnya tapi tak semua, sebab karakter masing-masing orang berbeda, dan pengalaman orang asing yang pernah ke Jepang pun berbeda. Aku tidak tahu seperti apa rasanya hidup lama di Jepang dan berinteraksi dengan lebih banyak orang selama bertahun-tahun, tapi di Tokyo, Kobe, Kyoto, Osaka, Itami (dimanapun aku menjejakkan kaki), aku bersyukur karena selalu bertemu dengan orang Jepang yang baik dan ramah, open minded, dan mau menolong. Di Tokyo pun aku pernah diberikan kipas secara gratis oleh seorang bapak di jalanan, tiba-tiba saja, mungkin karena beliau khawatir aku kepanasan dengan pakaian tertutup ala Muslimah. Alhamdulillah sekali..aku beruntung karena di Jepang aku bertemu mereka yang sangat ramah dan begitu baik kepadaku. Pertolongan Tuhan diperantarai oleh orang-orang baik ini. Terima kasih, Tuhan.. Yokatta!

Semoga dunia ini selalu penuh cinta dan tak pernah kekurangan orang-orang baik dan tulus.

salah satu view dari beranda kamarku :) ada gunung berkabutnya..

Aku dan para mahasiswa exchange student beserta para dosen dan rektor :)
ini di area kampus..

Btw, feelingku berkata, sepertinya aku akan kembali lagi nih ke Jepang, entah kapan. Apa setelah aku mengunjungi negara lain terlebih dahulu? *ngarep abis* ^_^ Semoga benar kejadian. Kembali untuk suatu hal yang baik, bersama dengan orang-orang baik, mengunjungi tempat-tempat yang dulu kudatangi dan tempat-tempat baru menakjubkan yang belum sempat aku datangi..insyaallah.. Aamiin ya Rabbal’alamiin.

Udah dulu ah..kepanjangan.. :D
Wassalamu'alaikum.


Salam,
Seseorang yang merindukan kehangatan Kokubo family di Itami..
Rahmah/Emma :)


***Postingan blog ini sudah mengalami pengeditan di beberapa kalimat pada awal tahun 2023 tanpa mengurangi makna dan tanpa mengubah kisah aslinya. ^_^

No comments:

Post a Comment

say what you need to say & be kind :)