Ya, itu katamu, setelah kupaksa kau memberikan pendapatmu tentang kegiatan masak-masak tadi. Sebal, tapi mengapa suka? Mungkin bukan sebal namanya. Wajah merajukku, membuatmu mengelus kepalaku kemudian. Aku selalu suka sikapmu itu. Saat aku terkekeh, kau menjepit hidungku dengan jari. Dasar kau...
Aku sedang teringat saat kau membantuku memasak di dapur, kanda. Begitu berantakan, tapi kita berhasil. Kikukku memegang alat dapur, memotong ayam dengan cara tak lazim menggunakan gunting (maklum kanda, pisaunya kurang tajam! Ah, alibiku saja..), membuatmu tersenyum kecil dan sigap menawarkan diri membantuku. Pria yang ulet. Tapi aku cukup lihai membersihkan sayur-sayuran dan menghilangkan akar tauge kan? Aku juga bisa menggoreng telur yang berbentuk hati sempurna. Maklumlah, memasak dengan penuh cinta bersama yang dicintai ya seperti itu..hehe. Namun sungguh aku malu dan sering salah tingkah, kau tahu itu, tapi tatapan lembutmu segera menenangkanku. Ah, bahkan mencuci perabot masakpun kau ingin kita kerjakan berdua. Padahal aku bisa sendiri lho, kanda. Rasanya aku begitu merepotkanmu, tapi entah mengapa ada rasa hangat di dada saat melakukan apapun denganmu, sekecil apapun itu. Kanda, terima kasih atas segalanya. Aku akan belajar, dan menjadi yang terbaik untukmu.
"Wah, puisi dinda bagus.." ucapmu tak jauh dari telingaku.
Seketika kutolehkan wajahku ke arah suaramu. Wajahmu terlalu dekat, aku salah tingkah lagi. Kau sadar itu? Jangan donk! Ugh, pembuyar lamunan yang sukses. Ckckck
"Se..sejak kapan bangunnya? Aku nggak sadar..". Sebisa mungkin kujaga ekspresiku tetap tenang.
Susah.
"Ya iya nggak sadar. Serius begitu di depan layar"
Ooh..mungkin ketikanku membuatmu terbangun. Muncul rasa bersalah di hatiku. "Suara keyboardnya berisik ya? Maaf ya, kanda.." kataku dengan mata memelas.
"Oh nggak kok, sayang. Justru Alhamdulillah pas bangunnya. Apalagi nemu tulisan bagus. Disave dimana tuh?" godamu. Aku menutup wajahku yang tersenyum salah tingkah. "Lho? Kok diminimize sih? Malu ya?" godamu lagi.
"Aah..sudaaah. Jangan lihaaat.." kataku menghalang-halangi pandanganmu.
"Ih..pelit.."
"Bialin.. Belicik..". Kujulurkan lidah sembari menyubit gemas pipimu. Kau tersenyum lagi, memamerkan sederet gigimu yang rapi. Manis sekali dengan wajah sedikit mengantuk sehabis bangun tidur.
Ah, seingatku sebelum menikah, kau lebih sering tampak cool di depanku. Sangat tenang. Kau begitu pandai menjaga interaksimu terhadapku. Saat itu aku suka sibuk menebak isi hatimu. Waktu itu sedang jaim saja, ya? Pikiranku melayang-layang lagi.
"Hmm..Kanda, langsung shalat saja yuk!" ajakku, setengah mengalihkan perhatianmu dari ketikan yang berusaha kusave untuk kuclose. Puisi-puisiku tadi (maunya kuanggap begitu), belum pantas disebut puisi. Belum berani membacakannya untukmu.
"insyaa Allah. Wudhu dulu. Dinda udah wudhu?"
Aku mengangguk.
"Pinter.." Kecupan tiba-tiba mendarat di keningku. Singkat, tapi itu detik yang sangat mendebarkan, sungguh, sekalipun sudah sering kau lakukan tapi tetap membuatku terkejut senang. Aku begitu menyukai hal kecil itu. Kau beranjak dengan santainya, memunggungiku. Sayang tak sempat melihat raut wajahmu. Dan hatiku sebenarnya sedang terbang entah kemana saat ini...
Ya Tuhan..
Pria baik ini...membuat wajahku panas sekali...
Eh? Aku tidak sedang demam kan?!
Aku kembali menekuni ketikanku setelah melihatmu beranjak ke kamar mandi sambil tersenyum-senyum. Sebentar-sebentar aku berhenti, bingung dengan ketikanku. Yang kupikirkan berlari begitu cepat, membuat jari-jariku kepayahan. Tak lama, aku menoleh ke arah suara pintu yang terbuka. Kau keluar dan menampilkan wajah dan rambutmu yang basah. Duh, ekspresinya yang baru saja berwudhu itu begitu mengusikku. Aku kelabakan sendiri.
"Yuk, tahajjud bareng.."
Aku masih mematung, sejujurnya sedang terpana memandangmu. Aku dengar ajakanmu, tapi badanku belum mau bergerak.
Kau bertanya kemudian, "kenapa sih?"
"Gantengnya.. hehehe" kataku jujur. Malah mungkin terlihat terlalu riang olehmu saat ini. Tak bisa kutahan. Kali ini nuansa senyummu beda. Grogi kah? Entahlah. Lebih asyik fokus memandangmu saja, yang sedang menggelar sajadah untuk kita.
"Yank?"
"Iyaaa.." sambutku. Kutekan Sleep dan layar laptop pun menghitam. Mukenah warna putih bersih pemberianmu yang wangi menjadi pilihan, menemani sepertiga malam bersamamu, habibiku...
Sekali lagi, terima kasih. Alhamdulillah. Aku bersyukur sekali...
Bersyukur menjadi milikmu.
========
Fiksi mini. Udah agak lama nulisnya. Hehe (kisah yang akan nyata untukku :D aamiin ya Rabb)
#ngarep -.-
Oleh: Rahmah 'Emma' AHY.
*pesan seorang teman :
tulislah hal yang baik2, insyaa Allah yg terjadi adalah hal yang baik.. :D
"Wah, puisi dinda bagus.." ucapmu tak jauh dari telingaku.
Seketika kutolehkan wajahku ke arah suaramu. Wajahmu terlalu dekat, aku salah tingkah lagi. Kau sadar itu? Jangan donk! Ugh, pembuyar lamunan yang sukses. Ckckck
"Se..sejak kapan bangunnya? Aku nggak sadar..". Sebisa mungkin kujaga ekspresiku tetap tenang.
Susah.
"Ya iya nggak sadar. Serius begitu di depan layar"
Ooh..mungkin ketikanku membuatmu terbangun. Muncul rasa bersalah di hatiku. "Suara keyboardnya berisik ya? Maaf ya, kanda.." kataku dengan mata memelas.
"Oh nggak kok, sayang. Justru Alhamdulillah pas bangunnya. Apalagi nemu tulisan bagus. Disave dimana tuh?" godamu. Aku menutup wajahku yang tersenyum salah tingkah. "Lho? Kok diminimize sih? Malu ya?" godamu lagi.
"Aah..sudaaah. Jangan lihaaat.." kataku menghalang-halangi pandanganmu.
"Ih..pelit.."
"Bialin.. Belicik..". Kujulurkan lidah sembari menyubit gemas pipimu. Kau tersenyum lagi, memamerkan sederet gigimu yang rapi. Manis sekali dengan wajah sedikit mengantuk sehabis bangun tidur.
Ah, seingatku sebelum menikah, kau lebih sering tampak cool di depanku. Sangat tenang. Kau begitu pandai menjaga interaksimu terhadapku. Saat itu aku suka sibuk menebak isi hatimu. Waktu itu sedang jaim saja, ya? Pikiranku melayang-layang lagi.
"Hmm..Kanda, langsung shalat saja yuk!" ajakku, setengah mengalihkan perhatianmu dari ketikan yang berusaha kusave untuk kuclose. Puisi-puisiku tadi (maunya kuanggap begitu), belum pantas disebut puisi. Belum berani membacakannya untukmu.
"insyaa Allah. Wudhu dulu. Dinda udah wudhu?"
Aku mengangguk.
"Pinter.." Kecupan tiba-tiba mendarat di keningku. Singkat, tapi itu detik yang sangat mendebarkan, sungguh, sekalipun sudah sering kau lakukan tapi tetap membuatku terkejut senang. Aku begitu menyukai hal kecil itu. Kau beranjak dengan santainya, memunggungiku. Sayang tak sempat melihat raut wajahmu. Dan hatiku sebenarnya sedang terbang entah kemana saat ini...
Ya Tuhan..
Pria baik ini...membuat wajahku panas sekali...
Eh? Aku tidak sedang demam kan?!
Aku kembali menekuni ketikanku setelah melihatmu beranjak ke kamar mandi sambil tersenyum-senyum. Sebentar-sebentar aku berhenti, bingung dengan ketikanku. Yang kupikirkan berlari begitu cepat, membuat jari-jariku kepayahan. Tak lama, aku menoleh ke arah suara pintu yang terbuka. Kau keluar dan menampilkan wajah dan rambutmu yang basah. Duh, ekspresinya yang baru saja berwudhu itu begitu mengusikku. Aku kelabakan sendiri.
"Yuk, tahajjud bareng.."
Aku masih mematung, sejujurnya sedang terpana memandangmu. Aku dengar ajakanmu, tapi badanku belum mau bergerak.
Kau bertanya kemudian, "kenapa sih?"
"Gantengnya.. hehehe" kataku jujur. Malah mungkin terlihat terlalu riang olehmu saat ini. Tak bisa kutahan. Kali ini nuansa senyummu beda. Grogi kah? Entahlah. Lebih asyik fokus memandangmu saja, yang sedang menggelar sajadah untuk kita.
"Yank?"
"Iyaaa.." sambutku. Kutekan Sleep dan layar laptop pun menghitam. Mukenah warna putih bersih pemberianmu yang wangi menjadi pilihan, menemani sepertiga malam bersamamu, habibiku...
Sekali lagi, terima kasih. Alhamdulillah. Aku bersyukur sekali...
Bersyukur menjadi milikmu.
========
Fiksi mini. Udah agak lama nulisnya. Hehe (kisah yang akan nyata untukku :D aamiin ya Rabb)
#ngarep -.-
Oleh: Rahmah 'Emma' AHY.
*pesan seorang teman :
tulislah hal yang baik2, insyaa Allah yg terjadi adalah hal yang baik.. :D
Are you being troubled while account creation? Are you receiving an error while uploading the photo ID in Wallet? Are you looking to get rid of this annoying experience? If yes, then contact Wallet customer service by dialing BlockChain support phone number AT-1800-665-6722. The highly proficient employees at Wallet aim to provide you with instant solutions and eradicate all your issues from the root. Get in touch with a representative from Wallet to avail the services you wish for.
ReplyDelete