Ada sebuah tulisan yang ingin aku share. Silakan baca yaa.😊
***
Muslimah
harus kalem? Muslimah gak boleh pecicilan? Muslimah harus mingkem?
Gini...Sebelum
hijrah saya sempat mikir juga, jadi muslimah itu kudu kalem ya? Harus mingkem
terus? Gak boleh ketawa? Hal ini sempat membuat saya OGAH pakai jilbab.
Lebay
ya saya? Emang!! Sebegitunya saya mikir tentang karakter muslimah yang ideal
*eeaa
Sampai
akhirnya saat hidayah itu menyapa, saya mencoba menjadi orang lain. Ada seorang
kakak yang menjadi figur akhwat banget bagi saya. Kata-katanya lembut, cantik
parasnya, kalau ngomong pelan-pelan, jalannya anggun.
Beberapa
bulan awal saya menjadikannya figur untuk saya. Bisakah? BIG NO. Yang ada saya
stres, banyak emosi dan potensi terpendam. Hinggaaaa
akhirnya saya curhat ke kakak mentor dan oleh beliau diberikan sebuah kisah
yang jleb.
Bunda
Khadijah tercinta begitu dewasa, bijaksana dan tenang. Sedangkan Bunda Aisyah
begitu berenergi, semangat dan pencemburu. Keduanya ketika mencelupkan diri
kepada Islam tak mengubah sifat sebelumnya (kecuali sifat-sifat buruk
tentunya). Begitupun
khalifah Umar bin Khattab, saat menjabat tak berusaha menjadi Khalifah Abu
Bakar. Mereka punya porsinya masing-masing.
Bisa
diambil intinya? Tiap kita sudah Allah amanahkan dengan potensi dan tiap
potensi punya pos-pos amalan shalih tersendiri. Kurang ahsan rasanya menghakimi
saudari kita yang tidak kalem dan langsung mencibirnya sebagai muslimah yang
kurang kaffah. Tetapi
tetap ada batasnya!
Segala
sesuatu yang berlebihan itu gak baik. Rempong boleh kok kalau dalam kebaikan.
Cerewet boleh kok kalau itu untuk menyampaikan kebaikan (prinsip utama : bicara
yang baik atau diam).
Jadi
HIJRAH dan BERUBAH gak mesti membuat kita jadi orang lain. Tapi mengarahkan
potensi yang kita punya kepada jalan kebaikan. Selama gak melanggar nilai-nilai
syar'i, kenapa harus dihakimi?
Kita
tetap butuh saudari yang bawel untuk mengingatkan dengan santun. Tetap butuh
yang superaktif untuk menggerakkan yang pasif. Tetap butuh yang ceria untuk
menghangatkan suasana.
So,
Be your self with Sibghotallah.
(Teh
Amal - Ummu Haifan)
***
Mencerahkan,
menurutku.
Kurang
lebih pendapatku sama dengan teh Amal.
Karakter
kita semua memang berbeda. Kalau cuma satu macam, hampa sekali hidup ini. Aku
cenderung cerewet dan ceria, mudah berbaur apalagi kalau ke sesama perempuan,
mudah akrab. Nah..temanku ada yang pendiam dan lebih kalem pembawaannya.
Cenderung takut bicara di depan orang banyak padahal yang mau dia katakan juga
bukan hal buruk. Kami berbeda. Tapi kami tetap klop!!
Kalem?
Gak masalah.
Pendiam?
Gak masalah.
Cerewet?
Gak masalah.
Ceria
dan superaktif? Gak masalah.
Asal
semua karakternya memberi kebaikan. Semuanya dalam ukuran yang pas juga
positif.
Memperbaiki
diri itu selalu bercermin dan introspeksi diri, mengambil teladan yang baik
dari orang lain, berusaha mengurangi dan menghentikan kebiasaan buruk dan sifat
yang jelas-jelas Allah tidak suka dan jelas-jelas merugikan diri sendiri dan
orang lain (tukang ghibah, tukang fitnah, tukang bohong, tukang php, pendendam,
sombong, dll..silakan sortir sendiri sifat-sifat buruknya.), mengasah potensi
untuk kebaikan yang lebih besar, mau mendengarkan nasehat.
Memperbaiki
diri itu memang mengubah diri kita. Namun bukan mengubahnya menjadi bukan diri
kita lagi, melainkan mengubah diri menjadi diri kita yang jauh LEBIH BAIK dari
diri kita yang kemarin.
Selamat
berhijrah! Selamat
memperbaiki diri!😊
No comments:
Post a Comment
say what you need to say & be kind :)