Sunday, September 06, 2015

Muslimah Harus Kalem?

Ada sebuah tulisan yang ingin aku share. Silakan baca yaa.😊

***
Muslimah harus kalem? Muslimah gak boleh pecicilan? Muslimah harus mingkem?
Gini...Sebelum hijrah saya sempat mikir juga, jadi muslimah itu kudu kalem ya? Harus mingkem terus? Gak boleh ketawa? Hal ini sempat membuat saya OGAH pakai jilbab.
Lebay ya saya? Emang!! Sebegitunya saya mikir tentang karakter muslimah yang ideal *eeaa

Sampai akhirnya saat hidayah itu menyapa, saya mencoba menjadi orang lain. Ada seorang kakak yang menjadi figur akhwat banget bagi saya. Kata-katanya lembut, cantik parasnya, kalau ngomong pelan-pelan, jalannya anggun.
Beberapa bulan awal saya menjadikannya figur untuk saya. Bisakah? BIG NO. Yang ada saya stres, banyak emosi dan potensi terpendam. Hinggaaaa akhirnya saya curhat ke kakak mentor dan oleh beliau diberikan sebuah kisah yang jleb.
Bunda Khadijah tercinta begitu dewasa, bijaksana dan tenang. Sedangkan Bunda Aisyah begitu berenergi, semangat dan pencemburu. Keduanya ketika mencelupkan diri kepada Islam tak mengubah sifat sebelumnya (kecuali sifat-sifat buruk tentunya).
Begitupun khalifah Umar bin Khattab, saat menjabat tak berusaha menjadi Khalifah Abu Bakar. Mereka punya porsinya masing-masing.

Bisa diambil intinya? Tiap kita sudah Allah amanahkan dengan potensi dan tiap potensi punya pos-pos amalan shalih tersendiri. Kurang ahsan rasanya menghakimi saudari kita yang tidak kalem dan langsung mencibirnya sebagai muslimah yang kurang kaffah. Tetapi tetap ada batasnya!

Segala sesuatu yang berlebihan itu gak baik. Rempong boleh kok kalau dalam kebaikan. Cerewet boleh kok kalau itu untuk menyampaikan kebaikan (prinsip utama : bicara yang baik atau diam).

Jadi HIJRAH dan BERUBAH gak mesti membuat kita jadi orang lain. Tapi mengarahkan potensi yang kita punya kepada jalan kebaikan. Selama gak melanggar nilai-nilai syar'i, kenapa harus dihakimi?

Kita tetap butuh saudari yang bawel untuk mengingatkan dengan santun. Tetap butuh yang superaktif untuk menggerakkan yang pasif. Tetap butuh yang ceria untuk menghangatkan suasana.

So, Be your self with Sibghotallah.

(Teh Amal - Ummu Haifan)

***

Mencerahkan, menurutku.

Kurang lebih pendapatku sama dengan teh Amal.

Karakter kita semua memang berbeda. Kalau cuma satu macam, hampa sekali hidup ini. Aku cenderung cerewet dan ceria, mudah berbaur apalagi kalau ke sesama perempuan, mudah akrab. Nah..temanku ada yang pendiam dan lebih kalem pembawaannya. Cenderung takut bicara di depan orang banyak padahal yang mau dia katakan juga bukan hal buruk. Kami berbeda. Tapi kami tetap klop!!

Kalem? Gak masalah.

Pendiam? Gak masalah.

Cerewet? Gak masalah.

Ceria dan superaktif? Gak masalah.

Asal semua karakternya memberi kebaikan. Semuanya dalam ukuran yang pas juga positif.

Memperbaiki diri itu selalu bercermin dan introspeksi diri, mengambil teladan yang baik dari orang lain, berusaha mengurangi dan menghentikan kebiasaan buruk dan sifat yang jelas-jelas Allah tidak suka dan jelas-jelas merugikan diri sendiri dan orang lain (tukang ghibah, tukang fitnah, tukang bohong, tukang php, pendendam, sombong, dll..silakan sortir sendiri sifat-sifat buruknya.), mengasah potensi untuk kebaikan yang lebih besar, mau mendengarkan nasehat.

Memperbaiki diri itu memang mengubah diri kita. Namun bukan mengubahnya menjadi bukan diri kita lagi, melainkan mengubah diri menjadi diri kita yang jauh LEBIH BAIK dari diri kita yang kemarin.

Selamat berhijrah! Selamat memperbaiki diri!😊

No comments:

Post a Comment

say what you need to say & be kind :)