Assalam,,,
waaaah...udah lama juga gak posting sesuatu di sini. Sebenarnya ada yang mau aku laporkan tentang apa saja yang telah-sedang kukerjakan akhir-akhir ini, tapi berhubung keyboard laptop kakakku yang selalu aku pakai lagi gak beres, jadi hiiikz aku gak bisa ngetik apa2. Kalaupun pakai komputer di warnet huuuuuu gak bisa lama-lama kan!<---karena ntar biayanya bengkak...hehee Nah, malam ini aku pengen post cerpen yg kutulis ulang berdasarkan cerita komik yang aku suka. Judul aslinya "LAST SCENE". Aku tulis ulang jadi sebuah cerpen waktu tahun 2007 lalu (kurang kerjaan banget yah?hahahaay). Dialog dan tulisan yang miring-miring itu memang ASLI DARI KOMIKNYA SENDIRI tanpa aku ubah. So, kalo mau baca..silahkaaaan..^^ (maaf kalo hasil tulisanku kurang memuaskan..hehee)
==============
Cerita pendek : LAST SCENE
*ditulis ulang versi cerpen oleh Emma
Chapter 1~
5 Maret. Saat ini sekolah T sedang ramai-ramainya. Suhu udara di bulan ini memang masih terasa menusuk tulang. Padahal sebentar lagi musim semi akan tiba. Namun cuaca sedang tidak bisa diajak kompromi. Beberapa siswi mengeluh karena dinginnya suhu saat ini. Meski begitu, mereka tetap bersemangat sebab hari ini adalah ‘last scene’ bagi mereka.
Asada Minako, siswi SMA T yang baru saja lulus tahun ini, telah menerima ijazah kelulusannya. Gadis berambut coklat berponi dengan style rambut dikuncir satu itu menggenggam dua buah ijazah kelulusan, atas namanya dan milik salah seorang temannya, Miyamoto Naoki. Tanpa sadar Asada terus saja menatap ijazah Miyamoto. Salju turun. Jatuh tepat diatas ijazah yang sedari tadi dipandanginya. Seketika itu, lamunannya buyar. Asada memalingkan pandangannya ke atas. Menatap salju yang berjatuhan dengan anggunnya. Salju mulai menutupi pekarangan sekolah bergaya modern itu. Ada sebagian anak yang berlarian menuju koridor depan, adapula yang tetap berdiri di luar menikmati suasana sambil bercanda ria. Asada masih memandangi salju yang terus saja berjatuhan. Tatapannya menerawang, seakan tidak percaya dengan apa yang telah terjadi.
“Ya ampun, turun salju? Padahal kan sudah bulan Maret!” kata salah seorang gadis berambut ikal sambil menadahkan tangannya kearah salju yang berjatuhan.
“Dingin, ya!” sahut anak yang lain.
“Mina! Minako!” panggil gadis berambut ikal itu setelah melihat Asada yang sedari tadi diam memandangi salju. Asada segera sadar dan berbalik kearah temannya itu.
“Kita mau putar film di Sakurai jam 2,lho!”
“Iya deh” jawab Asada singkat.
“Gimana? Hm..kita jalan-jalan dulu, yuk!” ajak yang lain.
“Maaf,ya... Aku mau menyampaikan ijazah ini” kata Asada sembari tersenyum kecil.
“Ah..punya Miyamoto, ya..?” tanya si ketua kelas
“Iya..”
Setelah membuat janji untuk bertemu di Sakurai jam 2, Asada memutuskan untuk pergi membawa ijazah Miyamoto ke rumahnya. Ia berbalik berjalan memunggungi teman-temannya. Rambut jatuhnya yang sedikit tergerai melambai pelan manakala tersapu dinginnya hembusan angin. Teman-temannya hanya menatap Asada yang berjalan menjauh dari mereka.
“Rasanya aku masih belum percaya.”
Semuanya...berawal dari 2 bulan lalu...
* * *
“Gyaaahahahahahaha!! Lihat tuh tampang-tampangnya waktu wasit memberi keputusan terakhir!” pekik salah seorang anak cowok yang melihat tayangan festival olahraga dari video yang mereka putar.
Siswa kelas 3-1 sedang berkumpul dan melihat video yang telah direkam saat festival olahraga berlangsung. Festival itu adalah kegiatan sekolah terakhir yang mereka ikuti sebelum upacara kelulusan.
“Idiih!! Mukaku jelek banget waktu lari maraton!” jerit anak gadis dengan wajah yang memerah.
“Lucu juga, kan!” timpal salah seorang anak cowok sambil tertawa. Meskipun bising tetapi suasana saat itu sangat menyenangkan.
“Jadi oke ya, semua sepakat!” ajak Asada dengan bersemangat, “Kita bikin video kegiatan untuk diputar setelah upacara nanti!!” lanjutnya.
“Setuju!! Video kelulusan kita!” sahut yang lain tak kalah semangatnya.
“Tapi harus cari editor film yang bagus, nih...”
Sambil berpikir demikian, Asada berusaha memfokuskan diri menonton film yang tengah berlangsung itu. Kejadian demi kejadian tak luput dari rekaman video. Peristiwa yang tertangkap lensa dari handycam itu membuat perasaan Asada tergugah. Saat mengikuti maraton, saat teman-teman menyoraki dan mendukung dengan penuh semangat, saat anak pria menarik tambang dengan sekuat tenaga, saat-saat menyenangkan itu terekam dengan indahnya. Kebersamaan. Saat-saat berharga seperti itu...
“Hei, Asada! Ada apa?” suara yang berhasil membuyarkan lamunannya.
“Ng, lihat deh, adegan ini bagus sekali, ya...” kata Asada kemudian
“Eh, iya ya...Betul-betul kayak film komersial” yang lain menimpali
“Semuanya terekam..Wali kelas kita juga!”
“Tapi, siapa yang merekamnya?” tanya anak yang lain
“Eh..tunggu. Siapa yang nggak terekam disini?” tanya Asada sambil memicingkan mata, berusaha melihat lebih jelas lagi.
“Hm...kayaknya semuanya muncul, deh.”
“Hei, tunggu! Coba ulangi lagi!”
Suasana hening seketika. Dan...
“Ah!” Asada tersenyum seakan ingat sesuatu, “Miyamoto Naoki?!”
* * *
TING TONG~
Bel yang menandakan aktivitas belajar-mengajar telah usai, menjerit dengan tenangnya. Para pelajar SMA T pun bergegas merapikan buku dan perlengkapan belajar mereka. Setelah memberi salam, guru berjalan keluar kelas. Para pelajar bergegas pulang ke rumah masing-masing. Adapula yang masih harus tinggal di sekolah karena kegiatan klub mereka. Nampak beberapa anak gadis sedang asyik mengobrol tentang majalah remaja yang baru saja terbit pagi tadi disudut kelas mereka. Beberapa anak lelaki sedang bercanda dibangku guru. Suara bising siswa-siswa yang berlarian di koridor memecah keheningan yang sedari tadi tercipta karena keseriusan belajar anak kelas 3. Siang ini alam sedang berbaik hati meneduhkan sekolah dengan awan-awannya yang putih bersih. Cuaca hari ini sangat sejuk dengan hembusan angin yang sepoi-sepoi.
GREK!
Asada yang baru saja selesai merapikan buku-bukunya berbalik kearah datangnya asal suara. Terlihat Miyamoto Naoki menggeser bangku tempat duduknya yang berada dekat dengan jendela. Miyamoto adalah siswa kelas 3-1, juga teman kelas Asada.
“Makanya dia bisa merekam semua di dalam video ini. Eh ya, aku nggak pernah dengar dia bicara, lho...” gumam Asada pelan sambil menggaruk-garuk pipinya dengan jari telunjuk.
Miyamoto berjalan menuju pintu kelas. Beberapa saat Asada terdiam. Seperti sedang berpikir keras. Akhirnya ia memberanikan diri untuk...
“Mi..Miyamoto!” panggil Asada. Miyamoto yang hendak membuka pintu geser kelas itu berbalik kearahnya. Diam...
“Ma...maaf...Ng, kamu ya yang merekam video waktu festival olahraga?” tanya Asada dengan kikuk.
“Iya. Kenapa?” tanya Miyamoto singkat
“Begini, kami berencana mau membuat video kelulusan kelas kita. Mau ikutan, nggak?” Asada memberanikan diri untuk mengajak Miyamoto
Mereka berdua terdiam beberapa saat. Membuat Asada sedikit salah tingkah. Kemudian...
“Aku...aku nggak tertarik” Jawaban singkat-jelas-dan padat.
“Bo..bohong,ah!!” Tentu saja Asada kecewa mendengarnya.
“Hah? Bohong apanya?”
“Ta..tapi..”
Asada tak mampu berkata apa-apa. Ia mengerutkan alis tipisnya. Pipinya terasa sedikit panas. Miyamoto masih memandanginya tanpa ekspresi. Diam..seperti biasa.
“Maaf, aku harus pergi” Miyamoto berbalik berjalan meninggalkan Asada yang terdiam.
“Tunggu!Sebentar lagi kami rapat. Mau ikut?” Asada masih berusaha mengajak Miyamoto yang sepertinya acuh tak acuh itu. Dengan cuek, ia membuka pintu geser.
“Hari ini jam 3 di kelas! Datang ya, kalau memang berminat...”
Miyamoto menghilang dibalik pintu..
* * *
“Kamu nekad banget, deh..”
“Rapat”-itu...yang tadi dibilang Asada- sedang berjalan. Mereka terkejut dengan tindakan Asada yang begitu bersemangat mengajak Miyamoto tadi. Ya mau gimana lagi? Miyamoto memang dikenal sebagai anak pendiam yang senang menyendiri dan tidak pandai bergaul. Meskipun begitu...
“Habis, aku mau videonya jadi bagus..” harap Asada.
“Tapi Miyamoto bukan tipe yang mau ikut kegiatan ramai-ramai! Kamu terlalu maksa!” ujar si ketua kelas sambil memperbaiki letak kacamatanya.
“Ukh..”
GREK – Salah seorang cowok bangkit dari kursinya dengan santai. Sementara Asada nampak bingung dikursinya...
“Rapatnya besok aja. Kami pulang dulu”
“Eh,tunggu..” Asada hendak menahan kepergian mereka, tapi..
“Maaf, Mina! Kami ada kencan..” ujar beberapa anak gadis dengan malu-malu.
Akhirnya yang bertahan di kelas cuma Asada saja. Berdiri mematung menyaksikan satu persatu temannya keluar dari ruangan. Kini kelas 3-1 sunyi senyap.
“Ah..gagal total” Asada menatap langit-langit kelas sambil terus berpikir. Ia mendesah pelan sebelum akhirnya memutuskan untuk pulang.
“Pulang, deh”
GREEEKK!
Pintu kelas 3-1 terbuka saat ia bermaksud untuk pulang. Asada memalingkan pandangan kearah pintu. Tampak Miyamoto disitu sedang berdiri dan terdiam.
“Miyamoto! Kamu datang!!” kata Asada dengan suara lantang
“Eh..nggak..Kebetulan mampir..Tadi bicara dengan Pak guru..”
“Aku senang sekali!!” kata Asada memotong kalimat Miyamoto.
“Jangan teriak-teriak..”
“Eh,maaf...hm..semuanya sudah pulang..” Asada melanjutkan kata-katanya tanpa mempedulikan reaksi Miyamoto “Ini rencana lengkap yang sudah kami susun!” ,lanjutnya sembari memperlihatkan kertas hasil rapat “dadakan” tadi.
“...”
“Kalau bisa, aku ingin meliput banyak adegan yang direkam Miyamoto! Pasti hasilnya bagus...Lihat, nih. Waktu festival olahraga, kamu bukannya menyorot para pelari, melainkan wajah-wajah para pendukung. Begitu festival selesai, kamu menyorot kelas sebagai background. Ini memang keren banget!” tanpa sadar Asada berkata demikian. Membuat Miyamoto melihatnya dengan yah..tanpa ekspresi. “Eh..A..aku kebanyakan bicara, ya?” tanya Asada dengan pipi yang sedikit memanas.
“Ng...”
“Maaf, aku memang selalu begini..Tapi aku serius kok ingin mengusulkanmu”, Asada melanjutkan kalimatnya sambil membuang pandangan ke lantai kelas, ”Rasanya pengamatanmu lebih bagus dari yang lain. Ada hal-hal yang luput dari perhatian kami...Dan aku bisanya teriak-teriak.”
Asada menerawang. Sambil menatap Asada lekat-lekat, Miyamoto yang sedari tadi hanya membisu mulai angkat bicara.
“Nggak, kok. Itu bagus, Asada” Asada berpaling kearah Miyamoto. Miyamoto melanjutkan kalimatnya “Kamu memberi dukungan waktu festival olahraga...Suaramu membuat yang lainnya ikut bersemangat. Justru watakmu ini yang membuat suasana jadi hidup. Bagus, kan.”
Miyamoto mengatakannya sambil tersenyum. Manis sekali. Baru kali ini Asada melihat Miyamoto tersenyum seperti itu. Sungguh senyuman yang tulus. Senyuman yang mampu membuat wajah Asada memerah.
“Ah..terima kasih” ujar Asada yang masih tersipu-sipu.
“Hm..Kamu jujur sekali.” kata Miyamoto
“Ter..ternyata...kamu lebih ramah dari yang kukira, Miyamoto. Nggak kusangka kamu mau datang hari ini.”
“A..aku cuma mampir,kok.”
“Makasih, ya!” ujar Asada dengan ceria, membuat Miyamoto keheranan.
* * *
Chapter 3~
Keesokan harinya Miyamoto dan Asada memulai “kerjasama” mereka. Udara yang sedikit dingin menyongsong pagi yang sedikit berawan itu. Kini mereka bersiap mencari alat-alat untuk membuat rekaman video yang bagus, hingga tempat untuk mengedit rekaman agar hasilnya lebih menarik lagi.
“Editor filmnya...” kata Miyamoto.
“Oh, iya!”
“Jadi...”
“Gi,gimana...ya? Ah, kita bisa pinjam ruang audio visual!” usul Asada.
“Ini technical advisor kita, Miyamoto!!” ujar Asada seolah memperkenalkan Miyamoto pada teman-teman yang lain. Miyamoto hanya terdiam.
“Wah, Miyamoto mau ikut kegiatan kita juga...” sambut yang lain.
Kenapa selama ini kami nggak pernah ngobrol, ya...
“Tapi ruang audio visual mau dipakai ujian! Gimana kalau rental?” usul Asada
“Nggak usah. Kita pinjam punya temanku saja”
Aku... senang sekali, bisa mengenal dia sebelum lulus...
“Oh, ya..begini...Miyamoto sendiri kan nggak pernah disorot kamera...Soalnya dia yang menyuting kami...” gumam Asada pelan.
Tak terasa waktu terus saja berlari. Hari menjelang sore. Kini kelas sedang sepi. Yang ada hanya Miyamoto dan Asada. Tanpa sepengetahuan Miyamoto, Asada merekam dirinya saat ia sedang menulis sesuatu dengan tekun. Asada yang melihat Miyamoto dari balik handycam itu kontan berdebar-debar.
Miyamoto yang sadar kalau dirinya direkam segera memalingkan wajah ke handycam yang dipegang Asada, dan menutup lensa handycam itu dengan tangannya yang sigap. Membuat Asada terkejut.
“Jangan direkam!” pintanya
“Ma...maaf..” ujar Asada salah tingkah.
“Sori..Aku nggak suka disorot kamera”, kata Miyamoto sambil tersenyum “ Ini punya Pak guru?” tanyanya lagi.
“I..iya. Aku pinjam karena ingin merekam pemandangan sekolah kita..” jawab Asada
“Sini, biar aku yang rekam. Kalau jam segini, pemandangannya bagus lho.”
Mereka berjalan melintasi koridor dan lorong-lorong sekolah. Miyamoto berjalan didepan Asada. Mereka terdiam, hanya derap langkah kaki mereka yang mengisi kekosongan kala itu. Sore itu lembayung senja tengah menunggu diufuk timur. Nampak sinar matahari menerobos jendela di sekitar mereka. Warnanya yang terbias oleh pintu kaca dan jendela itu memberikan pesona tersendiri. Warna yang berkilau keemasan. Sungguh damai rasanya. Asada menebak bahwa itulah tempat yang ingin Miyamoto tunjukkan padanya. Tepat. Miyamoto menghentikan langkahnya.
“Waaah..Bener lho!” kata Asada sambil berlari kecil seakan takjub, “Hm, kamu selalu mengamati setiap sudut sekolah ini, ya! Sebetulnya kamu suka sekolah ini, kan? Meskipun sering bolos...”, lanjutnya lagi sambil berbalik menatap Miyamoto yang ada dibelakangnya. Mata mereka beradu.
“Suka atau tidak...bagiku, dunia ini bagaikan sebuah film”
“Maksudmu?” tanya Asada lagi. Miyamoto tersenyum sembari menekan switch on pada handycam yang dipegangnya. Ia mulai merekam.
“Iya, film yang ditayangkan di depan mata. Kita bisa menyaksikan semuanya dengan seksama. Semua adegannya memancarkan warna...Disitu keindahannya. Makanya jangan sampai melewatkan adegan-adegan kecil sekali pun...”
Asada menatap Miyamoto yang tengah merekam sekitar mereka. Jantungnya berdegup kencang. Pipinya merona dan panas. Terus..dan terus memandangi Miyamoto lekat-lekat.
Miyamoto yang sadar dirinya dipandangi segera berbalik dan mengarahkan lensa handycam kearah Asada. Ekspresi wajah Asada terekam detik itu. Dengan sigap Asada menutup lensa itu dengan telapak tangannya.
“Jangan rekam aku!” Asada tersenyum. Mata mereka beradu. Tanpa sengaja Miyamoto mengendorkan cengkramannya pada handycam. PRAAK!!
“Aaaahk!!!” jerit Asada.
“Aduh..maaf!” Miyamoto baru saja sadar telah menjatuhkan barang pinjaman yang mahal itu.
“Gawat!! Bisa dimarahi Pak guru, nih!!” ujar Asada yang panik saat handycam yang tergeletak tak berdaya itu dipungut dari lantai.
“Ng...nggak apa-apa.. kayaknya sih nggak rusak...”
“Hah?”
“Eh, kasetnya nggak bisa masuk?! Rusak beneran, nih?” ujar Miyamoto
“Ba,bagaimana ini...”
Miyamoto menatap Asada yang seketika itu memucat. Ia tertawa sambil mengerutkan alisnya yang tebal.
“Hahahahaa..Asada lucu banget deh..”
Kontan saja wajahnya memerah. Pipinya serasa terbakar. Jantungnya masih berdebar kencang. Mereka berdua kemudian tertawa melihat tingkah masing-masing. Suasana saat itu sangat menyenangkan.
* * *
Saat ini waktu menunjukkan pukul 13.45. Sebagian siswa kelas 3-1 sedang berkumpul di ruang audio visual. Nampak sibuk kelihatannya. Dan sepertinya udara masih dingin di luar sana.
“Nah, tepat 35 menit 32 detik. Bagus sekali.”
“Tapi selagi masa ujian, ruang audio visual ini nggak bisa dipakai. Tinggal shoot adegan terakhir saja, sih.” kata salah seorang anak gadis sambil mengelus dagu.
“Oh, tinggal endingnya saja, ya?”
“Miyamoto, kamu ada usul nggak?” tanya si ketua kelas.
Anak-anak yang lain bergabung, “Nggak ada pidato dari kita nih?”
“Nggak usah, deh!” balas cewek berambut ikal.
“Gimana kalau kita shoot jalanan menuju sekolah?” saran Miyamoto kemudian.
“Oh,bagus juga! Untuk kenang-kenangan!”
“Kalau begitu biar Miyamoto saja yang rekam!”
“Ah...Aku ikut bantu!!” kata Asada mengajukan diri. Wajahnya sedikit memerah saat Miyamoto melihat kearahnya. Miyamoto tersenyum.
“Boleh”
Siang menjelang sore. Asada mengencangkan lilitan syal dilehernya. Mereka berjalan berdampingan menyusuri taman tanpa ada yang mulai membuka percakapan. Hingga mereka tiba di sebuah taman bermain.
“Bunga Sakura di sini indah sekali lho! Sepertinya akan mekar sesudah upacara kelulusan kita nanti”, ujar Asada sambil melihat sekeliling.
“Tahun depan aku tidak akan melihat sakura...”
Satu kalimat singkat, namun tak Asada pahami sedikitpun. Ia memandang Miyamoto dengan keheranan. Setitik demi setitik salju mulai berjatuhan. Asada yang kegirangan menyuruh Miyamoto cepat-cepat merekamnya. Namun sayang lensa handycam itu terkena tetesan salju.
“Ini..mirip sakura...” kata Asada. Miyamoto berbalik kearahnya. “Iya kan?!” , kata gadis manis itu sambil menoleh kearah Miyamoto. Mata mereka beradu.
“Suatu hari nanti kita pergi melihat sakura di sini, ya! Mau kan?” Asada tersenyum sambil menatap Miyamoto lekat-lekat. Miyamoto tidak mengucapkan sepatah katapun, membuat Asada salah tingkah. Wajahnya terasa panas. Belum sempat Asada berpikir apa-apa lagi, Miyamoto memegang bahu Asada dan menariknya dalam dekapannya. Dia mendekap Asada begitu erat. Sentuhan lembut yang sedikit dingin mendarat di bibir mungil Asada. Kejadian itu hanya sepersekian detik, lalu pemuda tegap itu kembali mendekap Asada. Jantung Asada berdebar kencang hingga berpikir Miyamoto akan mendengarkan debaran itu. Tapi ia tak tahu harus berbuat apa. Lama mereka terdiam dalam posisi itu. Hingga Miyamoto melepaskan pelukannya.
“Maaf..tadi aku lupa..,” Miyamoto menunduk, lalu berujar pelan “bukannya aku tidak suka padamu.” lanjutnya lagi, masih menunduk. Asada heran dengan sikapnya.
Asada akan berkata, “Tapi..aku..”
“Maaf” Miyamoto memotong kalimat Asada “aku tidak bermaksud melakukannya.”
Asada menatap Miyamoto yang memalingkan wajahnya saat mereka beradu pandang. Hatinya begitu kalut. Ia merasa dipermainkan. Wajahnya memanas dan matanya mulai berair. Asada menepis tangan Miyamoto yang mulai mendekat. Saat itu juga ia berlari meninggalkan Miyamoto. Menerobos hujan salju yang semakin menderas.
* * *
Jam istirahat telah berbunyi siang itu. Hari inipun Miyamoto tidak masuk sekolah. Tak ada kabar darinya selama tiga hari ini. Teman-teman mereka sudah sering menanyakan perihal video yang direkam Asada dan Miyamoto. Tapi Asada tidak berkata apa-apa lagi selain ”aku kurang tahu”.
Akhirnya ujian akhir sekolah dimulai. Tapi Miyamoto tetap tidak datang ke sekolah. Kemudian di bulan Februari, setelah masa ujian usai, tersiar kabar bahwa Miyamoto sakit keras sejak dulu. Meski tahu umurnya tidak akan lama lagi, ia tetap bertahan agar bisa bersama dengan yang lainnya lebih lama lagi. Asada terguncang karena terlambat menyadari hal itu.
Kediaman Miyamoto, di situlah Asada berada kini. Setiap kata dan ekspresi Miyamoto bagai sebuah negatif film yang terus menerus terulang dalam ingatan Asada. Upacara pemakaman Miyamoto masih berlangsung. Wajah Asada begitu pucat. Ia memandang dengan tatapan kosong handycam yang ditinggalkan Miyamoto. Miyamoto hanya seperti sedang tertidur dipembaringannya. Asada jadi ingin membangunkannya saja. Ia ingin melihat Miyamoto tersenyum untuknya. Namun hal itu tak mungkin terjadi. Miyamoto telah pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya. Hanya kenangan bersama Miyamoto yang akan terus hidup di dalam hatinya.
* * *
“Asada, kalau nggak enak badan istirahat saja dulu.” Seorang teman Asada membuyarkan lamunannya. Asada hanya menggeleng pelan. Siswa kelas 3-5 yang baru saja menerima ijazah kelulusan mereka hari itu sedang berkumpul untuk menyaksikan video hasil rekaman Miyamoto. Asada baru saja kembali dari kediaman Miyamoto untuk menyerahkan ijazahnya. Kini ia berada di Sakurai. Suasana ditempat itu sangat bising dengan gelak tawa teman-temannya.
“Wah, adegan ini keren banget, ya!” kata salah seorang anak perempuan.
“Aku akui caranya mengambil gambar memang bagus sekali. Dia selalu mengamati kita semua.” kata si ketua kelas pada Asada yang menyaksikan video itu dengan wajah memerah.
“Tapi, dia malah nggak ada di dalam video ini...Aku sama sekali nggak tahu. Aku terus-terusan memaksanya...Aku tidak tahu!” Asada tertunduk perlahan.
Sejenak suasana menjadi hening...
“Mina!! Hei, Minako! I..Itu kan...?” pekik salah satu temannya.
“Hm, Ini...” . Suara yang tak asing lagi bagi Asada. Ia menengadah kearah TV.
“Sebetulnya aku tidak mau meninggalkan apa-apa. Sama seperti burung-burung yang terbang tanpa meninggalkan jejak kaki. Tapi..” lanjut Miyamoto dari dalam rekaman video itu, “Ada sesuatu yang harus kuucapkan sebelum pergi. Jadi, maaf, aku pinjam video ini sebentar..”
Semua mata tertuju pada sosok anak laki-laki yang tengah memakai kemeja biru dari balik video. Keheningan menyelimuti tempat itu. Miyamoto melanjutkan.
“Asada, aku..aku menarik ucapanku hari itu. Waktu aku menciummu saat itu bukan karena pengaruh suasana...Tapi karena aku memang terpikat pada pribadimu. Sebetulnya aku ingin melihat lebih banyak warna-warni bersamamu...Tapi sepertinya tidak mungkin. Cuma ada satu hal...Kumohon, jangan pergi bersama orang lain melihat bunga sakura di taman itu. Aku ingin kau berjanji padaku. Meskipun kita sudah lulus.” Asada memandang tak percaya. “Sekian, pesan dari Miyamoto Naoki...untuk Asada Minako. Ng, mengerti kan maksudku? Ini pengakuan cinta!”
Miyamoto mengakhiri kalimatnya dengan senyuman tulus yang terekam baik pada video itu. Butir-butir air mulai berjatuhan di pipi Asada yang memanas. Berkali-kali Asada berterima kasih pada Miyamoto yang tak lagi berada di sisinya.
Hujan salju sudah reda sepenuhnya sore itu. Meski udara masih saja memberikan rasa nyeri pada setiap kulit yang tidak terbungkus kain. Mantan siswa kelas 3-5 saling mengucapkan salam dan berpisah satu sama lain. Perlahan Asada menuruni tangga sembari memeluk bungkusan yang berisi video didalamnya.
“Kau jahat! Tidak menyatakan perasaanmu langsung padaku...” gumamnya pelan.
“Mina, pulang yuk!” ajak yang lain. Asada menatap mereka dan bergegas berjalan kearahnya.
* SELESAI *
===============
Makasih buat Kak Tovan yg udah ngizinin gambar buatannya (classroom yg diatas itu) buat jadi pembuka cerita ini...^^ REALLY NICE PIC!!
Nee, doudeshitaka?^^
luv,
emma*yangmasihharusbanyakbelajarnulislagi
Hari itu, kita berpisah tanpa
Mengucapkan janji untuk saling
bertemu. Kukira hari esok akan tiba,
tapi ternyata tak pernah ada untuk
kita… Adegan terakhir itu… begitu
menyakitkan hati setiap kali aku
mengingatnya kembali…
Mengucapkan janji untuk saling
bertemu. Kukira hari esok akan tiba,
tapi ternyata tak pernah ada untuk
kita… Adegan terakhir itu… begitu
menyakitkan hati setiap kali aku
mengingatnya kembali…
Chapter 1~
5 Maret. Saat ini sekolah T sedang ramai-ramainya. Suhu udara di bulan ini memang masih terasa menusuk tulang. Padahal sebentar lagi musim semi akan tiba. Namun cuaca sedang tidak bisa diajak kompromi. Beberapa siswi mengeluh karena dinginnya suhu saat ini. Meski begitu, mereka tetap bersemangat sebab hari ini adalah ‘last scene’ bagi mereka.
Asada Minako, siswi SMA T yang baru saja lulus tahun ini, telah menerima ijazah kelulusannya. Gadis berambut coklat berponi dengan style rambut dikuncir satu itu menggenggam dua buah ijazah kelulusan, atas namanya dan milik salah seorang temannya, Miyamoto Naoki. Tanpa sadar Asada terus saja menatap ijazah Miyamoto. Salju turun. Jatuh tepat diatas ijazah yang sedari tadi dipandanginya. Seketika itu, lamunannya buyar. Asada memalingkan pandangannya ke atas. Menatap salju yang berjatuhan dengan anggunnya. Salju mulai menutupi pekarangan sekolah bergaya modern itu. Ada sebagian anak yang berlarian menuju koridor depan, adapula yang tetap berdiri di luar menikmati suasana sambil bercanda ria. Asada masih memandangi salju yang terus saja berjatuhan. Tatapannya menerawang, seakan tidak percaya dengan apa yang telah terjadi.
“Ya ampun, turun salju? Padahal kan sudah bulan Maret!” kata salah seorang gadis berambut ikal sambil menadahkan tangannya kearah salju yang berjatuhan.
“Dingin, ya!” sahut anak yang lain.
“Mina! Minako!” panggil gadis berambut ikal itu setelah melihat Asada yang sedari tadi diam memandangi salju. Asada segera sadar dan berbalik kearah temannya itu.
“Kita mau putar film di Sakurai jam 2,lho!”
“Iya deh” jawab Asada singkat.
“Gimana? Hm..kita jalan-jalan dulu, yuk!” ajak yang lain.
“Maaf,ya... Aku mau menyampaikan ijazah ini” kata Asada sembari tersenyum kecil.
“Ah..punya Miyamoto, ya..?” tanya si ketua kelas
“Iya..”
Setelah membuat janji untuk bertemu di Sakurai jam 2, Asada memutuskan untuk pergi membawa ijazah Miyamoto ke rumahnya. Ia berbalik berjalan memunggungi teman-temannya. Rambut jatuhnya yang sedikit tergerai melambai pelan manakala tersapu dinginnya hembusan angin. Teman-temannya hanya menatap Asada yang berjalan menjauh dari mereka.
“Rasanya aku masih belum percaya.”
Kamu tak ada lagi di sini...
Semuanya...berawal dari 2 bulan lalu...
* * *
“Gyaaahahahahahaha!! Lihat tuh tampang-tampangnya waktu wasit memberi keputusan terakhir!” pekik salah seorang anak cowok yang melihat tayangan festival olahraga dari video yang mereka putar.
Siswa kelas 3-1 sedang berkumpul dan melihat video yang telah direkam saat festival olahraga berlangsung. Festival itu adalah kegiatan sekolah terakhir yang mereka ikuti sebelum upacara kelulusan.
“Idiih!! Mukaku jelek banget waktu lari maraton!” jerit anak gadis dengan wajah yang memerah.
“Lucu juga, kan!” timpal salah seorang anak cowok sambil tertawa. Meskipun bising tetapi suasana saat itu sangat menyenangkan.
Sebentar lagi upacara kelulusan. Kami akan menentukan jalan apa yang akan ditempuh... Usai upacara kelulusan, kelas kami akan menggelar acara sendiri.
“Jadi oke ya, semua sepakat!” ajak Asada dengan bersemangat, “Kita bikin video kegiatan untuk diputar setelah upacara nanti!!” lanjutnya.
“Setuju!! Video kelulusan kita!” sahut yang lain tak kalah semangatnya.
“Tapi harus cari editor film yang bagus, nih...”
Kami sibuk menentukan siapa saja yang akan bergabung... Padahal waktu hampir habis, kurang dari sebulan.
Sambil berpikir demikian, Asada berusaha memfokuskan diri menonton film yang tengah berlangsung itu. Kejadian demi kejadian tak luput dari rekaman video. Peristiwa yang tertangkap lensa dari handycam itu membuat perasaan Asada tergugah. Saat mengikuti maraton, saat teman-teman menyoraki dan mendukung dengan penuh semangat, saat anak pria menarik tambang dengan sekuat tenaga, saat-saat menyenangkan itu terekam dengan indahnya. Kebersamaan. Saat-saat berharga seperti itu...
Kenapa terlihat indah sekali...
“Hei, Asada! Ada apa?” suara yang berhasil membuyarkan lamunannya.
“Ng, lihat deh, adegan ini bagus sekali, ya...” kata Asada kemudian
“Eh, iya ya...Betul-betul kayak film komersial” yang lain menimpali
“Semuanya terekam..Wali kelas kita juga!”
“Tapi, siapa yang merekamnya?” tanya anak yang lain
“Eh..tunggu. Siapa yang nggak terekam disini?” tanya Asada sambil memicingkan mata, berusaha melihat lebih jelas lagi.
“Hm...kayaknya semuanya muncul, deh.”
“Hei, tunggu! Coba ulangi lagi!”
Suasana hening seketika. Dan...
“Ah!” Asada tersenyum seakan ingat sesuatu, “Miyamoto Naoki?!”
* * *
Chapter 2~
TING TONG~
Bel yang menandakan aktivitas belajar-mengajar telah usai, menjerit dengan tenangnya. Para pelajar SMA T pun bergegas merapikan buku dan perlengkapan belajar mereka. Setelah memberi salam, guru berjalan keluar kelas. Para pelajar bergegas pulang ke rumah masing-masing. Adapula yang masih harus tinggal di sekolah karena kegiatan klub mereka. Nampak beberapa anak gadis sedang asyik mengobrol tentang majalah remaja yang baru saja terbit pagi tadi disudut kelas mereka. Beberapa anak lelaki sedang bercanda dibangku guru. Suara bising siswa-siswa yang berlarian di koridor memecah keheningan yang sedari tadi tercipta karena keseriusan belajar anak kelas 3. Siang ini alam sedang berbaik hati meneduhkan sekolah dengan awan-awannya yang putih bersih. Cuaca hari ini sangat sejuk dengan hembusan angin yang sepoi-sepoi.
GREK!
Asada yang baru saja selesai merapikan buku-bukunya berbalik kearah datangnya asal suara. Terlihat Miyamoto Naoki menggeser bangku tempat duduknya yang berada dekat dengan jendela. Miyamoto adalah siswa kelas 3-1, juga teman kelas Asada.
Dia...siswa pendiam yang selalu menyendiri. Sering terlambat masuk sekolah, juga sering membolos. Dia cuma menonton waktu kita mengadakan festival olahraga...
“Makanya dia bisa merekam semua di dalam video ini. Eh ya, aku nggak pernah dengar dia bicara, lho...” gumam Asada pelan sambil menggaruk-garuk pipinya dengan jari telunjuk.
Miyamoto berjalan menuju pintu kelas. Beberapa saat Asada terdiam. Seperti sedang berpikir keras. Akhirnya ia memberanikan diri untuk...
“Mi..Miyamoto!” panggil Asada. Miyamoto yang hendak membuka pintu geser kelas itu berbalik kearahnya. Diam...
“Ma...maaf...Ng, kamu ya yang merekam video waktu festival olahraga?” tanya Asada dengan kikuk.
“Iya. Kenapa?” tanya Miyamoto singkat
“Begini, kami berencana mau membuat video kelulusan kelas kita. Mau ikutan, nggak?” Asada memberanikan diri untuk mengajak Miyamoto
Mereka berdua terdiam beberapa saat. Membuat Asada sedikit salah tingkah. Kemudian...
“Aku...aku nggak tertarik” Jawaban singkat-jelas-dan padat.
“Bo..bohong,ah!!” Tentu saja Asada kecewa mendengarnya.
“Hah? Bohong apanya?”
“Ta..tapi..”
Aku yakin...Dia ini sangat menyukai kelas kami. Itu sebabnya adegan yang ia rekam terlihat begitu indah dan lembut...Kalau tidak tertarik, mana mungkin hasilnya bisa sebagus itu.
Asada tak mampu berkata apa-apa. Ia mengerutkan alis tipisnya. Pipinya terasa sedikit panas. Miyamoto masih memandanginya tanpa ekspresi. Diam..seperti biasa.
“Maaf, aku harus pergi” Miyamoto berbalik berjalan meninggalkan Asada yang terdiam.
“Tunggu!Sebentar lagi kami rapat. Mau ikut?” Asada masih berusaha mengajak Miyamoto yang sepertinya acuh tak acuh itu. Dengan cuek, ia membuka pintu geser.
“Hari ini jam 3 di kelas! Datang ya, kalau memang berminat...”
Miyamoto menghilang dibalik pintu..
* * *
“Kamu nekad banget, deh..”
“Rapat”-itu...yang tadi dibilang Asada- sedang berjalan. Mereka terkejut dengan tindakan Asada yang begitu bersemangat mengajak Miyamoto tadi. Ya mau gimana lagi? Miyamoto memang dikenal sebagai anak pendiam yang senang menyendiri dan tidak pandai bergaul. Meskipun begitu...
“Habis, aku mau videonya jadi bagus..” harap Asada.
“Tapi Miyamoto bukan tipe yang mau ikut kegiatan ramai-ramai! Kamu terlalu maksa!” ujar si ketua kelas sambil memperbaiki letak kacamatanya.
“Ukh..”
GREK – Salah seorang cowok bangkit dari kursinya dengan santai. Sementara Asada nampak bingung dikursinya...
“Rapatnya besok aja. Kami pulang dulu”
“Eh,tunggu..” Asada hendak menahan kepergian mereka, tapi..
“Maaf, Mina! Kami ada kencan..” ujar beberapa anak gadis dengan malu-malu.
Akhirnya yang bertahan di kelas cuma Asada saja. Berdiri mematung menyaksikan satu persatu temannya keluar dari ruangan. Kini kelas 3-1 sunyi senyap.
“Ah..gagal total” Asada menatap langit-langit kelas sambil terus berpikir. Ia mendesah pelan sebelum akhirnya memutuskan untuk pulang.
“Pulang, deh”
GREEEKK!
Pintu kelas 3-1 terbuka saat ia bermaksud untuk pulang. Asada memalingkan pandangan kearah pintu. Tampak Miyamoto disitu sedang berdiri dan terdiam.
“Miyamoto! Kamu datang!!” kata Asada dengan suara lantang
“Eh..nggak..Kebetulan mampir..Tadi bicara dengan Pak guru..”
“Aku senang sekali!!” kata Asada memotong kalimat Miyamoto.
“Jangan teriak-teriak..”
“Eh,maaf...hm..semuanya sudah pulang..” Asada melanjutkan kata-katanya tanpa mempedulikan reaksi Miyamoto “Ini rencana lengkap yang sudah kami susun!” ,lanjutnya sembari memperlihatkan kertas hasil rapat “dadakan” tadi.
“...”
“Kalau bisa, aku ingin meliput banyak adegan yang direkam Miyamoto! Pasti hasilnya bagus...Lihat, nih. Waktu festival olahraga, kamu bukannya menyorot para pelari, melainkan wajah-wajah para pendukung. Begitu festival selesai, kamu menyorot kelas sebagai background. Ini memang keren banget!” tanpa sadar Asada berkata demikian. Membuat Miyamoto melihatnya dengan yah..tanpa ekspresi. “Eh..A..aku kebanyakan bicara, ya?” tanya Asada dengan pipi yang sedikit memanas.
“Ng...”
“Maaf, aku memang selalu begini..Tapi aku serius kok ingin mengusulkanmu”, Asada melanjutkan kalimatnya sambil membuang pandangan ke lantai kelas, ”Rasanya pengamatanmu lebih bagus dari yang lain. Ada hal-hal yang luput dari perhatian kami...Dan aku bisanya teriak-teriak.”
Asada menerawang. Sambil menatap Asada lekat-lekat, Miyamoto yang sedari tadi hanya membisu mulai angkat bicara.
“Nggak, kok. Itu bagus, Asada” Asada berpaling kearah Miyamoto. Miyamoto melanjutkan kalimatnya “Kamu memberi dukungan waktu festival olahraga...Suaramu membuat yang lainnya ikut bersemangat. Justru watakmu ini yang membuat suasana jadi hidup. Bagus, kan.”
Miyamoto mengatakannya sambil tersenyum. Manis sekali. Baru kali ini Asada melihat Miyamoto tersenyum seperti itu. Sungguh senyuman yang tulus. Senyuman yang mampu membuat wajah Asada memerah.
“Ah..terima kasih” ujar Asada yang masih tersipu-sipu.
“Hm..Kamu jujur sekali.” kata Miyamoto
“Ter..ternyata...kamu lebih ramah dari yang kukira, Miyamoto. Nggak kusangka kamu mau datang hari ini.”
“A..aku cuma mampir,kok.”
“Makasih, ya!” ujar Asada dengan ceria, membuat Miyamoto keheranan.
* * *
Chapter 3~
Keesokan harinya Miyamoto dan Asada memulai “kerjasama” mereka. Udara yang sedikit dingin menyongsong pagi yang sedikit berawan itu. Kini mereka bersiap mencari alat-alat untuk membuat rekaman video yang bagus, hingga tempat untuk mengedit rekaman agar hasilnya lebih menarik lagi.
“Editor filmnya...” kata Miyamoto.
“Oh, iya!”
“Jadi...”
“Gi,gimana...ya? Ah, kita bisa pinjam ruang audio visual!” usul Asada.
“Ini technical advisor kita, Miyamoto!!” ujar Asada seolah memperkenalkan Miyamoto pada teman-teman yang lain. Miyamoto hanya terdiam.
“Wah, Miyamoto mau ikut kegiatan kita juga...” sambut yang lain.
Kenapa selama ini kami nggak pernah ngobrol, ya...
“Tapi ruang audio visual mau dipakai ujian! Gimana kalau rental?” usul Asada
“Nggak usah. Kita pinjam punya temanku saja”
Aku... senang sekali, bisa mengenal dia sebelum lulus...
“Oh, ya..begini...Miyamoto sendiri kan nggak pernah disorot kamera...Soalnya dia yang menyuting kami...” gumam Asada pelan.
Tak terasa waktu terus saja berlari. Hari menjelang sore. Kini kelas sedang sepi. Yang ada hanya Miyamoto dan Asada. Tanpa sepengetahuan Miyamoto, Asada merekam dirinya saat ia sedang menulis sesuatu dengan tekun. Asada yang melihat Miyamoto dari balik handycam itu kontan berdebar-debar.
Kalau dilihat baik-baik, wajahnya memang cakep sekali.
Miyamoto yang sadar kalau dirinya direkam segera memalingkan wajah ke handycam yang dipegang Asada, dan menutup lensa handycam itu dengan tangannya yang sigap. Membuat Asada terkejut.
“Jangan direkam!” pintanya
“Ma...maaf..” ujar Asada salah tingkah.
“Sori..Aku nggak suka disorot kamera”, kata Miyamoto sambil tersenyum “ Ini punya Pak guru?” tanyanya lagi.
“I..iya. Aku pinjam karena ingin merekam pemandangan sekolah kita..” jawab Asada
“Sini, biar aku yang rekam. Kalau jam segini, pemandangannya bagus lho.”
Mereka berjalan melintasi koridor dan lorong-lorong sekolah. Miyamoto berjalan didepan Asada. Mereka terdiam, hanya derap langkah kaki mereka yang mengisi kekosongan kala itu. Sore itu lembayung senja tengah menunggu diufuk timur. Nampak sinar matahari menerobos jendela di sekitar mereka. Warnanya yang terbias oleh pintu kaca dan jendela itu memberikan pesona tersendiri. Warna yang berkilau keemasan. Sungguh damai rasanya. Asada menebak bahwa itulah tempat yang ingin Miyamoto tunjukkan padanya. Tepat. Miyamoto menghentikan langkahnya.
“Waaah..Bener lho!” kata Asada sambil berlari kecil seakan takjub, “Hm, kamu selalu mengamati setiap sudut sekolah ini, ya! Sebetulnya kamu suka sekolah ini, kan? Meskipun sering bolos...”, lanjutnya lagi sambil berbalik menatap Miyamoto yang ada dibelakangnya. Mata mereka beradu.
“Suka atau tidak...bagiku, dunia ini bagaikan sebuah film”
“Maksudmu?” tanya Asada lagi. Miyamoto tersenyum sembari menekan switch on pada handycam yang dipegangnya. Ia mulai merekam.
“Iya, film yang ditayangkan di depan mata. Kita bisa menyaksikan semuanya dengan seksama. Semua adegannya memancarkan warna...Disitu keindahannya. Makanya jangan sampai melewatkan adegan-adegan kecil sekali pun...”
Asada menatap Miyamoto yang tengah merekam sekitar mereka. Jantungnya berdegup kencang. Pipinya merona dan panas. Terus..dan terus memandangi Miyamoto lekat-lekat.
Kalau begitu...caraku memandangmu saat ini...
Miyamoto yang sadar dirinya dipandangi segera berbalik dan mengarahkan lensa handycam kearah Asada. Ekspresi wajah Asada terekam detik itu. Dengan sigap Asada menutup lensa itu dengan telapak tangannya.
“Jangan rekam aku!” Asada tersenyum. Mata mereka beradu. Tanpa sengaja Miyamoto mengendorkan cengkramannya pada handycam. PRAAK!!
“Aaaahk!!!” jerit Asada.
“Aduh..maaf!” Miyamoto baru saja sadar telah menjatuhkan barang pinjaman yang mahal itu.
“Gawat!! Bisa dimarahi Pak guru, nih!!” ujar Asada yang panik saat handycam yang tergeletak tak berdaya itu dipungut dari lantai.
“Ng...nggak apa-apa.. kayaknya sih nggak rusak...”
“Hah?”
“Eh, kasetnya nggak bisa masuk?! Rusak beneran, nih?” ujar Miyamoto
“Ba,bagaimana ini...”
Miyamoto menatap Asada yang seketika itu memucat. Ia tertawa sambil mengerutkan alisnya yang tebal.
“Hahahahaa..Asada lucu banget deh..”
Kontan saja wajahnya memerah. Pipinya serasa terbakar. Jantungnya masih berdebar kencang. Mereka berdua kemudian tertawa melihat tingkah masing-masing. Suasana saat itu sangat menyenangkan.
Ah, warna keemasan itu...Memantul pada rambut Miyamoto, pundaknya, jam tangannya...Keindahan itu..bisa kusaksikan disini…
Ketika dirinya berada di hadapanku...
* * *
Saat ini waktu menunjukkan pukul 13.45. Sebagian siswa kelas 3-1 sedang berkumpul di ruang audio visual. Nampak sibuk kelihatannya. Dan sepertinya udara masih dingin di luar sana.
“Nah, tepat 35 menit 32 detik. Bagus sekali.”
“Tapi selagi masa ujian, ruang audio visual ini nggak bisa dipakai. Tinggal shoot adegan terakhir saja, sih.” kata salah seorang anak gadis sambil mengelus dagu.
“Oh, tinggal endingnya saja, ya?”
“Miyamoto, kamu ada usul nggak?” tanya si ketua kelas.
Anak-anak yang lain bergabung, “Nggak ada pidato dari kita nih?”
“Nggak usah, deh!” balas cewek berambut ikal.
“Gimana kalau kita shoot jalanan menuju sekolah?” saran Miyamoto kemudian.
“Oh,bagus juga! Untuk kenang-kenangan!”
“Kalau begitu biar Miyamoto saja yang rekam!”
“Ah...Aku ikut bantu!!” kata Asada mengajukan diri. Wajahnya sedikit memerah saat Miyamoto melihat kearahnya. Miyamoto tersenyum.
“Boleh”
Last scene…Kalau video ini sudah selesai, maka berakhirlah semuanya…
Siang menjelang sore. Asada mengencangkan lilitan syal dilehernya. Mereka berjalan berdampingan menyusuri taman tanpa ada yang mulai membuka percakapan. Hingga mereka tiba di sebuah taman bermain.
“Bunga Sakura di sini indah sekali lho! Sepertinya akan mekar sesudah upacara kelulusan kita nanti”, ujar Asada sambil melihat sekeliling.
“Tahun depan aku tidak akan melihat sakura...”
Satu kalimat singkat, namun tak Asada pahami sedikitpun. Ia memandang Miyamoto dengan keheranan. Setitik demi setitik salju mulai berjatuhan. Asada yang kegirangan menyuruh Miyamoto cepat-cepat merekamnya. Namun sayang lensa handycam itu terkena tetesan salju.
“Ini..mirip sakura...” kata Asada. Miyamoto berbalik kearahnya. “Iya kan?!” , kata gadis manis itu sambil menoleh kearah Miyamoto. Mata mereka beradu.
“Suatu hari nanti kita pergi melihat sakura di sini, ya! Mau kan?” Asada tersenyum sambil menatap Miyamoto lekat-lekat. Miyamoto tidak mengucapkan sepatah katapun, membuat Asada salah tingkah. Wajahnya terasa panas. Belum sempat Asada berpikir apa-apa lagi, Miyamoto memegang bahu Asada dan menariknya dalam dekapannya. Dia mendekap Asada begitu erat. Sentuhan lembut yang sedikit dingin mendarat di bibir mungil Asada. Kejadian itu hanya sepersekian detik, lalu pemuda tegap itu kembali mendekap Asada. Jantung Asada berdebar kencang hingga berpikir Miyamoto akan mendengarkan debaran itu. Tapi ia tak tahu harus berbuat apa. Lama mereka terdiam dalam posisi itu. Hingga Miyamoto melepaskan pelukannya.
“Maaf..tadi aku lupa..,” Miyamoto menunduk, lalu berujar pelan “bukannya aku tidak suka padamu.” lanjutnya lagi, masih menunduk. Asada heran dengan sikapnya.
Asada akan berkata, “Tapi..aku..”
“Maaf” Miyamoto memotong kalimat Asada “aku tidak bermaksud melakukannya.”
Asada menatap Miyamoto yang memalingkan wajahnya saat mereka beradu pandang. Hatinya begitu kalut. Ia merasa dipermainkan. Wajahnya memanas dan matanya mulai berair. Asada menepis tangan Miyamoto yang mulai mendekat. Saat itu juga ia berlari meninggalkan Miyamoto. Menerobos hujan salju yang semakin menderas.
* * *
Aku ingin selalu bersamanya seperti sekarang ini. Tetap bersamanya meskipun sudah lulus. Ternyata…cuma aku yang berpikiran seperti itu…Hanya aku.
Jam istirahat telah berbunyi siang itu. Hari inipun Miyamoto tidak masuk sekolah. Tak ada kabar darinya selama tiga hari ini. Teman-teman mereka sudah sering menanyakan perihal video yang direkam Asada dan Miyamoto. Tapi Asada tidak berkata apa-apa lagi selain ”aku kurang tahu”.
Akhirnya ujian akhir sekolah dimulai. Tapi Miyamoto tetap tidak datang ke sekolah. Kemudian di bulan Februari, setelah masa ujian usai, tersiar kabar bahwa Miyamoto sakit keras sejak dulu. Meski tahu umurnya tidak akan lama lagi, ia tetap bertahan agar bisa bersama dengan yang lainnya lebih lama lagi. Asada terguncang karena terlambat menyadari hal itu.
“Bagiku..dunia itu bagaikan sebuah film..”
“Maaf…tadi aku lupa..”
Kediaman Miyamoto, di situlah Asada berada kini. Setiap kata dan ekspresi Miyamoto bagai sebuah negatif film yang terus menerus terulang dalam ingatan Asada. Upacara pemakaman Miyamoto masih berlangsung. Wajah Asada begitu pucat. Ia memandang dengan tatapan kosong handycam yang ditinggalkan Miyamoto. Miyamoto hanya seperti sedang tertidur dipembaringannya. Asada jadi ingin membangunkannya saja. Ia ingin melihat Miyamoto tersenyum untuknya. Namun hal itu tak mungkin terjadi. Miyamoto telah pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya. Hanya kenangan bersama Miyamoto yang akan terus hidup di dalam hatinya.
* * *
Sejak saat itu hingga hari ini..aku tidak ingat lagi bagaimana melewati hari-hariku...Aku cuma bisa memutar rekaman perpisahanku denganmu hari itu berulang kali…
“Asada, kalau nggak enak badan istirahat saja dulu.” Seorang teman Asada membuyarkan lamunannya. Asada hanya menggeleng pelan. Siswa kelas 3-5 yang baru saja menerima ijazah kelulusan mereka hari itu sedang berkumpul untuk menyaksikan video hasil rekaman Miyamoto. Asada baru saja kembali dari kediaman Miyamoto untuk menyerahkan ijazahnya. Kini ia berada di Sakurai. Suasana ditempat itu sangat bising dengan gelak tawa teman-temannya.
“Wah, adegan ini keren banget, ya!” kata salah seorang anak perempuan.
“Aku akui caranya mengambil gambar memang bagus sekali. Dia selalu mengamati kita semua.” kata si ketua kelas pada Asada yang menyaksikan video itu dengan wajah memerah.
“Tapi, dia malah nggak ada di dalam video ini...Aku sama sekali nggak tahu. Aku terus-terusan memaksanya...Aku tidak tahu!” Asada tertunduk perlahan.
Sejenak suasana menjadi hening...
“Mina!! Hei, Minako! I..Itu kan...?” pekik salah satu temannya.
“Hm, Ini...” . Suara yang tak asing lagi bagi Asada. Ia menengadah kearah TV.
“Sebetulnya aku tidak mau meninggalkan apa-apa. Sama seperti burung-burung yang terbang tanpa meninggalkan jejak kaki. Tapi..” lanjut Miyamoto dari dalam rekaman video itu, “Ada sesuatu yang harus kuucapkan sebelum pergi. Jadi, maaf, aku pinjam video ini sebentar..”
Semua mata tertuju pada sosok anak laki-laki yang tengah memakai kemeja biru dari balik video. Keheningan menyelimuti tempat itu. Miyamoto melanjutkan.
“Asada, aku..aku menarik ucapanku hari itu. Waktu aku menciummu saat itu bukan karena pengaruh suasana...Tapi karena aku memang terpikat pada pribadimu. Sebetulnya aku ingin melihat lebih banyak warna-warni bersamamu...Tapi sepertinya tidak mungkin. Cuma ada satu hal...Kumohon, jangan pergi bersama orang lain melihat bunga sakura di taman itu. Aku ingin kau berjanji padaku. Meskipun kita sudah lulus.” Asada memandang tak percaya. “Sekian, pesan dari Miyamoto Naoki...untuk Asada Minako. Ng, mengerti kan maksudku? Ini pengakuan cinta!”
Miyamoto mengakhiri kalimatnya dengan senyuman tulus yang terekam baik pada video itu. Butir-butir air mulai berjatuhan di pipi Asada yang memanas. Berkali-kali Asada berterima kasih pada Miyamoto yang tak lagi berada di sisinya.
Dia...memang muncul pada adegan terakhir...
Hujan salju sudah reda sepenuhnya sore itu. Meski udara masih saja memberikan rasa nyeri pada setiap kulit yang tidak terbungkus kain. Mantan siswa kelas 3-5 saling mengucapkan salam dan berpisah satu sama lain. Perlahan Asada menuruni tangga sembari memeluk bungkusan yang berisi video didalamnya.
“Kau jahat! Tidak menyatakan perasaanmu langsung padaku...” gumamnya pelan.
“Mina, pulang yuk!” ajak yang lain. Asada menatap mereka dan bergegas berjalan kearahnya.
Hatiku perih setiap kali mengingatnya. Sakitnya terus membekas. Itu sebabnya aku tidak akan pernah melupakanmu. Kamu meninggalkan perasaanmu yang indah padaku, melalui adegan terakhir itu. Kan kupeluk semua kenangan itu…Bersama langkahku di adegan berikutnya…
* SELESAI *
===============
Makasih buat Kak Tovan yg udah ngizinin gambar buatannya (classroom yg diatas itu) buat jadi pembuka cerita ini...^^ REALLY NICE PIC!!
Nee, doudeshitaka?^^
luv,
emma*yangmasihharusbanyakbelajarnulislagi
Boljug, nih.
ReplyDeleteBikin cerpen lagi, ya? Tapi, yg ga diadaptasi.
Oke?
@Miko : makasih lagi2 mampir di postingan ini :)
ReplyDeleteInsyaAllah kalo ada inspirasi nulis lagi deh. Sebenarnya ada beberapa cerpen yg udah jadi, tapi masih berdebu di folder komputer. Gak berani posting..hahahaa
sedih banget...!!
ReplyDeletesalut dah...
@iLa : memang cerita komiknya sedih..tapi saya suka makanya saya 'cerpen'kan buat kenang2an^^ (tapi kepanjangan di'? sampe 3 chapter..hehee)
ReplyDelete