Sajadah sederhanaku takkan pernah kering.
selalu ada air mata yang memberi jejak di sana.
di sanalah dua malaikat membelai lembut punggungku dan menjadi saksi do'a-do'aku untukmu..
Di keheningan malam aku selalu memohon kebahagiaan sejati untukmu di alam sana, Bapak..
Alam yang menjadi persinggahan sebelum engkau melangkah melewati pintu Jannah in syaa Allah, tempat yang kuharap bisa menjadi setting lokasi pertemuan kita kembali. Subhanallah...Semoga.. :)
Di sini, di masa aku menjalani hidupku,
ketika aku bersedih, terkejut, tersentak oleh sesuatu dan terlontar panggilan mulia "ibu" dari bibirku, bukan berarti panggilan agungmu berada pada posisi ke-dua di dalam hatiku. Tidak Bapak..
tidak seperti itu..
Hmmm... :)
Bunyi sepatumu, kewibawaanmu di kantor, keisenganmu saat berada di tengah-tengah keluarga atau mungkin hanya ketika bersama aku, putri kecilmu yang manja, lalu..tulang pipi yang terbentuk tegas ketika engkau tersenyum, wangi parfummu, kebaikanmu pada semua orang yang tertangkap mata kepala dan mata batinku, suaramu, bentakanmu ketika marah dalam bahasa daerah yang kental yang sering membuat nyaliku ciut, tawa khasmu yang begitu aku rindu, bahkan tangismu karena keegoisanku di masa kecil,
semua itu, aku selalu mengingatnya...
Dan aku hanya manusia biasa dengan segala keterbatasanku yang berharap agar tak melupakan semua itu. Bapak, sungguh aku tak ingin melupakan setiap moment bersamamu,
selalu ada air mata yang memberi jejak di sana.
di sanalah dua malaikat membelai lembut punggungku dan menjadi saksi do'a-do'aku untukmu..
Di keheningan malam aku selalu memohon kebahagiaan sejati untukmu di alam sana, Bapak..
Alam yang menjadi persinggahan sebelum engkau melangkah melewati pintu Jannah in syaa Allah, tempat yang kuharap bisa menjadi setting lokasi pertemuan kita kembali. Subhanallah...Semoga.. :)
Di sini, di masa aku menjalani hidupku,
ketika aku bersedih, terkejut, tersentak oleh sesuatu dan terlontar panggilan mulia "ibu" dari bibirku, bukan berarti panggilan agungmu berada pada posisi ke-dua di dalam hatiku. Tidak Bapak..
tidak seperti itu..
Hmmm... :)
Bunyi sepatumu, kewibawaanmu di kantor, keisenganmu saat berada di tengah-tengah keluarga atau mungkin hanya ketika bersama aku, putri kecilmu yang manja, lalu..tulang pipi yang terbentuk tegas ketika engkau tersenyum, wangi parfummu, kebaikanmu pada semua orang yang tertangkap mata kepala dan mata batinku, suaramu, bentakanmu ketika marah dalam bahasa daerah yang kental yang sering membuat nyaliku ciut, tawa khasmu yang begitu aku rindu, bahkan tangismu karena keegoisanku di masa kecil,
semua itu, aku selalu mengingatnya...
Dan aku hanya manusia biasa dengan segala keterbatasanku yang berharap agar tak melupakan semua itu. Bapak, sungguh aku tak ingin melupakan setiap moment bersamamu,
bersama keluarga kita.
Sebab, dimana lagi engkau bisa hidup jika bukan di dalam hati dan pikiran orang-orang yang mencintaimu, seperti putrimu ini?
Aku tak ingin Bapak hilang...
Aku ingin selalu membiarkan engkau hidup dalam diriku.
Aku ingin agar diriku selalu ingat dan tahu, bahwa pernah ada
pahlawan hebat yang melindungi, menjaga, mendidik, merawat, dan
mencintaiku sedemikian besar dengan caranya sendiri, sampai ia harus berpamitan untuk
beristirahat panjang karena kehendak-Nya...
Bapak yang kurindu,
Ingin kulukiskan sebuah pelangi di matamu, ingin kutaburkan
kebahagiaan di taman-taman hatimu, ingin kurampas dan kubuang jauh
kesedihan yang menggelayuti dan mengusik pikiranmu..
karenanya, kukirimkan surat cinta kepada-Nya, di setiap waktu, agar bahagiamu tercipta.
Mereka pernah berkata, betapa kampungnya aku yang tak pernah dipacari.
Lucu mereka. Justru dengan keadaan itu aku sangat bersyukur. Jika saja Bapak ada, menyimak perjalanan putri kecil Bapak ini, mungkin engkau tidak akan terlalu banyak marah atau syok melihat bagaimana pergaulanku di luar rumah. Tentu Bapak akan tenang, karena aku di dalam rumah sama amannya dengan aku di luar sana. Alhamdulillah dan In syaa Allah.
Ibu dan Kakak-kakaku selalu menjagaku. Putra-putramu itu lho Pak, tegas menjaga juga begitu memanjakanku. Hmmm..putrimu sedikit nakal sih, Pak, tapi kadarnya normal dan tetap aman. Hahaa..bagaimana membahasakannya ya? :)
Dulu Bapak memang jarang mengobrol sekedar menasehatiku harus begini dan begitu, akan tetapi Bapak memberi aku contoh tanpa kata. Sikapmu begitu jelas memberitahuku bagaimana aku harus menjaga diriku. Sikap dan tindakanmu yang menjadi nasehat tersirat untukku. Membuat aku berpikir, jika aku melakukan ini, Bapak pasti tak senang. Lalu melakukan hal yang lain, Bapak pasti senang. Apalagi urusan bergaul dengan laki-laki. Hahaa..aku anak perempuan satu-satunya, jika kurusak diriku, Bapak pasti kecewa dan sedih sekali. Bapak sedih, tentu aku lebih sedih. Maka berusaha tak kulakukan itu. Dulu hingga hari ini. Bapak bisa melihat itu dari sana, kan?
Tidak mudah.. kadang rasa-rasanya ujian-Nya seperti angin yang begitu kencang menerpa. Jika bukan karena pertolongan Allah, aku mungkin sudah jatuh...
Bapakku sayang,
beberapa waktu lalu, seorang tetangga berkata bahwa sifatku begitu mirip denganmu. Mereka mengatakan sifat dan karakter yang baik yang membuatku begitu senang, geer, dan duh..begitu rindu padamu. Sampai aku bertanya-tanya, benarkah aku sebaik pandangan mereka?
Yang jelas aku akan marah jika ada yang berkata sifat buruk yang kumiliki adalah turunan orangtua. Oh tidak.. Aku bersaksi tak ada contoh buruk yang orangtuaku terkasih perlihatkan padaku. Jika putrimu ini memiliki sifat yang buruk, itu murni ciptaanku. Maafkanlah..
Hmmm.. Kadang aku begitu penasaran,
apakah kita akan sering berdiskusi mengenai agama di masa remajaku yang pelan-pelan menuju usia dewasa? Sebab dulu, seingatku, kita jarang berbicara tentang itu, ya kan Pak? :)
Terkadang aku iri dengan teman-teman yang sering membicarakan hal-hal agama bersama orangtuanya. Mendengar mereka menceritakan keakraban mereka sedari kecil hingga mereka sedewasa sekarang bersama orangtua mereka, mendengar mereka berkata bahwa ayahnya begitu paham agama sehingga dalam hal jodohpun mereka tak dipersulit, aku hanya bisa tersenyum.
Namun aku tak marah, Pak. Aku tetap sangat bersyukur menjadi putrimu. Menjadi Rahmahmu. Bagiku engkau tetap seorang pemimpin yang hebat. Takkan kulupakan tugasku untuk terus belajar, Pak. Menjadi putri yang shaliha untuk engkau dan Ibunda yang tercinta...
Menjadi muslimah shaliha. Menjadi putri yang shaliha untuk kedua orangtuaku yang sangat aku cintai, yang menjadi langkah awal untuk shaliha sebagai seorang istri dan ibu juga nantinya, in syaa Allah. Putri yang do'a kebaikan untuk kedua orangtuanya bisa diijabah oleh Allah.
Shaliha.
Itu cita-citaku. Sungguh. Cita-cita yang begitu tinggi, penting, dan mahal.
Sekalipun orang yang mendengar itu menertawai.. :)
Bapakku sayang,
Aku bahagia di sini, meski tak lagi bisa memanggil nama muliamu sejak beberapa tahun silam. Aku bahagia di sini, karena aku yakin kepungan rasa bahagia ini pun karena engkau jua yang merayu-Nya untuk senantiasa membahagiakan dan memberkahi hidupku.
Bapakku sayang,
Aku bahagia di sini, meski tak lagi bisa memanggil nama muliamu sejak beberapa tahun silam. Aku bahagia di sini, karena aku yakin kepungan rasa bahagia ini pun karena engkau jua yang merayu-Nya untuk senantiasa membahagiakan dan memberkahi hidupku.
Maafkanlah aku,
yang tidak sempat menunjukkan baktiku kepada seorang bapak yang hebat sepertimu.
Maafkanlah aku, yang lebih banyak meminta dan membuatmu kepayahan memenuhinya dahulu.
Maafkanlah aku, yang begitu menyayangi dan mencintaimu namun tak bisa menunjukkan dengan baik perasaan itu...
Namun, Bapak, tersenyumlah...
Putri kecilmu ini selalu berusaha menjaga diri dalam jatuh bangunnya mengenal diri dan mengenal Rabb-Nya, in syaa Allah. Sekalipun aku masih jauh dari sempurna. Masih jauh. Namun, aku ingin berjuang, Pak..
Allah selalu memberiku teman-teman yang baik untuk kucontoh kebaikannya. Meski pernah aku berkenalan dengan orang-orang yang salah, akan tetapi segera Allah menggantinya.
Bapak, aku mencintaimu dan kini begitu merindukanmu...
Aku yang bersemangat seperti ini adalah wujud dirimu dalam diriku. Tak akan pernah cukup ungkapan terima kasih untukmu dariku walau telah menggunakan lautan sebagai tinta dan hamparan langit sebagai kertasnya...
Tulisan sederhana ini belum cukup mampu menjelaskan betapa bersyukurnya aku pernah mengenal sosok pria sepertimu, yang pernah menimangku dengan kedua lengannya yang gagah, yang pernah kalang kabut saat aku menangis dalam timanganmu yang kaku. :)
Darimu aku belajar banyak hal. Alhamdulillah...
Takkan pernah cukup dan seimbang, namun akan selalu kuucapkan syukur dan do'a dalam tiap lembar surat cintaku tentangmu yang kukirim dengan penuh pengharapan ke hadapan-Nya...
Berbahagialah, Bapak...
Semoga amal ibadah Bapak diterima-Nya, dosa dan kesalahan diampuni, dan kami sekeluarga di sini diberi ketabahan dan senantiasa diberi petunjuk yang lurus dalam mengarungi hidup yang hanya sementara ini agar selamat selalu. Membahagiakan Ibu menjadi prioritasku. Semoga Allah memberiku kekuatan dan kemampuan untuk melukis senyum dan tawa bahagia di wajah, mata, dan hati Ibunda di sini.
Bapak yang kucintai,
Semoga cinta kasihmu begitupun cinta kasih ibunda terhadap kami putra putrinya, berbalas Syurga. Sungguh, aku berharap dalam do'aku yang penuh rindu.
Bahagia Bapak dan Ibu adalah bahagiaku...
Maafkanlah aku, yang lebih banyak meminta dan membuatmu kepayahan memenuhinya dahulu.
Maafkanlah aku, yang begitu menyayangi dan mencintaimu namun tak bisa menunjukkan dengan baik perasaan itu...
Namun, Bapak, tersenyumlah...
Putri kecilmu ini selalu berusaha menjaga diri dalam jatuh bangunnya mengenal diri dan mengenal Rabb-Nya, in syaa Allah. Sekalipun aku masih jauh dari sempurna. Masih jauh. Namun, aku ingin berjuang, Pak..
Allah selalu memberiku teman-teman yang baik untuk kucontoh kebaikannya. Meski pernah aku berkenalan dengan orang-orang yang salah, akan tetapi segera Allah menggantinya.
Bapak, aku mencintaimu dan kini begitu merindukanmu...
Aku yang bersemangat seperti ini adalah wujud dirimu dalam diriku. Tak akan pernah cukup ungkapan terima kasih untukmu dariku walau telah menggunakan lautan sebagai tinta dan hamparan langit sebagai kertasnya...
Tulisan sederhana ini belum cukup mampu menjelaskan betapa bersyukurnya aku pernah mengenal sosok pria sepertimu, yang pernah menimangku dengan kedua lengannya yang gagah, yang pernah kalang kabut saat aku menangis dalam timanganmu yang kaku. :)
Darimu aku belajar banyak hal. Alhamdulillah...
Takkan pernah cukup dan seimbang, namun akan selalu kuucapkan syukur dan do'a dalam tiap lembar surat cintaku tentangmu yang kukirim dengan penuh pengharapan ke hadapan-Nya...
Berbahagialah, Bapak...
Semoga amal ibadah Bapak diterima-Nya, dosa dan kesalahan diampuni, dan kami sekeluarga di sini diberi ketabahan dan senantiasa diberi petunjuk yang lurus dalam mengarungi hidup yang hanya sementara ini agar selamat selalu. Membahagiakan Ibu menjadi prioritasku. Semoga Allah memberiku kekuatan dan kemampuan untuk melukis senyum dan tawa bahagia di wajah, mata, dan hati Ibunda di sini.
Bapak yang kucintai,
Semoga cinta kasihmu begitupun cinta kasih ibunda terhadap kami putra putrinya, berbalas Syurga. Sungguh, aku berharap dalam do'aku yang penuh rindu.
Bahagia Bapak dan Ibu adalah bahagiaku...
Bismillah.. Do'akan aku dari sana, ya? :)
Putrimu yang engkau cintai,
.emma.
Putrimu yang engkau cintai,
.emma.
suka tulisan mbak :')
ReplyDeletekangen ayah :''')
ReplyDelete