Wednesday, December 04, 2013

Hanya Rindu

Ketika bapak masih ada..
Bapak mengajariku banyak hal baik, seperti apa jujur itu, seperti apa berani itu, seperti apa menolong tanpa pamrih itu, seperti apa berbagi meski dalam keterbatasan, seperti apa tegas itu, seperti apa syukur yang harus selalu ada bagaimanapun keadaan kita. Banyak nilai hidup yang bapak wariskan, tanpa perlu melontarkan banyak wejangan, melainkan cukup dari sikap dan perbuatan. Bapak memang rada cool orangnya.


Jarang aku bercengkrama berdua dengan bapak karena bapak cukup sibuk. Pergi pagi-pagi sekali, pulang sore atau malam. Penuh tanggungjawab dalam melaksanakan tugas dan pengabdian. Bekerja keras demi keluarga. Begitu beliau pulang, selalu lengkap dengan sekotak martabak dan makanan apapun yg menerbitkan liur.  'Oleh-oleh' seperti tak pernah absen, meski yang ada hanya sesuatu yang sederhana.
Sesekali aku ke kantor bapak, numpang main, dijamu pegawai-pegawai bapak yang sangat ramah. Maklum, anak sekolah. Bahkan sewaktu masih lebih kecil lagi, belum masuk sekolah dasar seingatku, aku dengan seenak jidat masuk ke ruang rapat bapak, di mana bapak dan pejabat-pejabat itu sedang rapat dengan serius. Kuambil spidol, kugambar lapangan bola yang luas di atas whiteboard lengkap dengan pemain bola yg kurus seperti lidi, di depan bapak dan semuanya. Aku sudah tak ingat atas alasan apa kugambar semua itu. Mereka tertawa melihatku sibuk menggambar. Bapak berhenti cuap-cuap dalam rapat, beliau tidak marah, hanya tertawa kecil sambil bertanya "kenapa gawangnya kurang satu?". Kemudian aku sudah sibuk makan kue lagi di kursi bapak, anteng, sementara bapak mengambil kursi lain, melanjutkan rapat. Bapak tidak marah sampai membentak atau mengusir..ooh tidak. Namun sepertinya sang ibu cukup gelisah mengetahui tingkahku itu.

Bapak tak pernah membiarkan aku pergi kemana-mana seorang diri. Kalau bisa diantar supir, diantar saja. Kalau tak ada supir, tunggu sampai ada. Jika ada teman, tentu aku pulang bersama teman saja, tak masalah bagiku. Sejauh apapun jarakku dari rumah (tempat les dan sekolahku jauh-jauh lokasinya), daripada pulang sendiri tanpa teman, lebih baik aku dijemput. Aku ingat sekali, aku begitu terharu..saat bapak sendiri yg bersusah payah menjemputku di tempat les, padahal aku cukup berani (sangat berani malah) pulang sendirian dengan angkot. Bapak juga sederhana, 'atasan seperti bapak' tak malu kemana-mana naik angkot atau ojek, karena memang keluarga kami berakar dari keluarga sederhana yg memulai segalanya dari bawah.

Aku mungkin bukan anak yang suka curhat pada bapak. Toh sekali ketemu di rumah dan bercengkrama pasti aku diisengi karena aku anak paling kecil. Gampang dikerjai. Biasanya kupijat kaki bapak, sementara bapak baca koran atau tidur. Bapak tidak suka dipijat oleh saudaraku yang lain, hanya mau dipijat kaki atau wajahnya olehku. Bapak pernah iseng pura-pura sesak nafas, dan aku panik sejadi-jadinya. Saat sudah (hampir) menangis, bapak langsung tertawa. Uh..bapaaaak..hehe. Kalau kuingat semua, hanya senyum yang menghias bibirku.

Memang ada hal yang berubah sejak ketiadaan bapak. Ada hal yang dijalani, tak semudah dulu. Yah tentu berbeda.. Aku hanya perlu beradaptasi dan menerima dengan lapang, segalanya. Aku bisa. Kami bisa. Karena Allah bersama kami. Menerima dengan rela ketiadaan bapak adalah salah satu cara melanggengkan jalan bapak menuju-Nya. Menjadi shalihah, meski orang-orang menganggap itu lucu dan remeh, adalah do'a kedua yang selalu terucap dari bibir dan batin ini setelah mendo'akan segala kebaikan untuk bapak. Dalam do'a, aku rindu. Aku selalu rindu.

Tidak seperti kebanyakan teman perempuan yang saat kudengar kisahnya atau kuperhatikan muamalahnya, mereka begitu ceria dan akrab dengan ayahnya masing-masing, sering bercanda, sering bertukar rahasia, membicarakan masa depan mereka dengan wejangan dari ayah masing-masing. Aku tidak mendapatkan kesempatan itu. Ketetapan-Nya mengharuskan aku tumbuh besar melewati masa remaja di bawah kasih sayang ibu yang begitu kuat dan tegar dan perlindungan para kakak laki-laki. Allah mungkin tahu, aku akan baik-baik saja. Bagaimana tidak? Ada sosok ibu yang kuat, dewasa, dan tegar menjaga dan selalu siap memberi cinta dan kasih dengan caranya. Tak salah sejak awal bapak memilih ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya ini.

Lalu ada kakak-kakak yang selalu menasehati, mengatakan mana yang bisa dilakukan, mana yang tidak perlu dilakukan dan diikuti, kadang seperti mengikuti wajib militer bersama penjagaan mereka. Namun dengan semua itulah, aku bisa menjadi seperti yg sekarang. Sungguh suatu kesyukuran.

Hanya terkadang aku merasa dulu aku belum banyak membahagiakan bapak. 'Aku masih kecil', alasan ini tidak bisa kujadikan pembelaan, sebab banyak juga 'anak kecil' yang sudah bisa memberikan sesuatu yang membanggakan bagi orangtua mereka. Ah..Bapak, maafkan kekuranganku...

Kuharap sejak hari itu, hingga kini, dan hingga nanti, aku bisa menjadi putri yang akan bapak banggakan meski kini aku dan bapak telah berada di dua dimensi berbeda, menjadi putri yang akan menjadi wasilah bapak meniti jalan menuju Syurga tanpa beban. Menjaga diri, belajar hal-hal baik, mencintai Allah terus dan terus yang kurasakan semakin menyejukkan hati dan menetramkan hidupku. Pernah jatuh dan bangkit lagi dengan pertolongan-Nya. Mengambil pelajaran dan pemahaman terbaik dari yang ditawarkan dunia. Tak lelah merayu-Nya untuk mempertemukan kami semua bersama Rasulullah di Jannah.

Sungguh dari hati terdalam kuucapkan terima kasih dan syukur karena bapak yang baik ini adalah sosok yang menjadi bapakku dan menjadi teladan tanpa kata bagiku dan saudara-saudaraku, pria cerdas, bisa melucu, dan bisa menjadi pemimpin yang dihormati dan disegani yang meninggalkan banyak ilmu dan kenangan hebat untuk kami.

Masa depan yang kurindu, Pak..
Saat bapak melepasku untuk mengarungi hidup baru bersama laki-laki yang mungkin belum lama kukenali. Tidak selama aku mengenal bapak tentunya. Laki-laki baik nan shalih yang memilihku dan kupilih lalu kuperjuangkan dihadapan bapak yang sangat tegas ini, memohon restu dan ridha penuh kasih. Seperti bapak dulu, kepada ibu. Begitu percaya bapak padanya, begitu ikhlas aku bapak serahkan padanya, menjabat tangan pria itu untuk mengucapkan ikrar suci, meletakkan tanggungjawab baru dari bapak untuknya yang akan ia emban dan jaga di sepanjang hidupnya bersamaku. Dimana tangisku menelaga saat memeluk bapak juga ibu, dan bapak tersenyum melihatku tersipu malu duduk begitu kikuk di sisi laki-laki itu. InsyaAllah.

Biarlah kelak ibu dan kakak terhebatku yg meneruskan cita-cita bapak itu ya...
Bapak adalah malaikat yg hidup membersamai ibu untuk melahirkan, merawat, membesarkan, dan menjaga kami, anak-anaknya..
Bapak seorang guru juga pahlawan, guru dan pahlawan bagiku khususnya. Bapak adalah pejuang. Bapak kuat dan pantang menyerah, bahkan saat menjelang detik-detik kepergian bapak dengan penyakit yg bapak derita, masih ada pesan-pesan yang ingin bapak titipkan untuk orang-orang yg bapak cintai. 
Aku ingin meneladani bapak meski tak mudah dalam prosesnya, meneladani segala kebaikan bapak.

Sosok "Bapak" adalah cinta pertama dari semua anak perempuan. Memberi cinta tanpa syarat. Terima kasih atas segala yang bapak berikan, meski ucapan terima kasih ini belum sebanding dengan segala pemberian dan cinta kasih juga pengorbanan bapak sebagai imam keluarga ini.

Bapak yg baik dan kucintai,
aku baik-baik saja. InsyaAllah..Alhamdulillah. Aku yakin bapak melihatku dari sana. Ingin sekali...Shalihah untuk bapak juga ibu, semoga ananda bisa...Semoga ananda benar-benar bisa.
Do'akan dan lihat aku, ya Pak...🙂

"Tuhan, Shalihahkan aku. Karena hanya dengan itu, maka do'a kebaikan untuk kedua orangtuaku Engkau ijabah.."

Aamiin Allahumma Aamiin.

*Dan semoga setiap anak perempuan yang membaca ini jadi perempuan yang baik, kuat dan tegar, jauh dari keluh dan resah, selalu menjaga diri dan kehormatannya, dan selalu penuh kesyukuran dalam hatinya...yang 'kan menjadi kebanggaan bagi orangtuanya selalu.



Hanya Rindu.
4 Desember 2013.
📝Emma, putri bungsu Bapak. 

No comments:

Post a Comment

say what you need to say & be kind :)