Friday, August 19, 2016

Sekolah tinggi, Bekerja, atau Menikah

S1 - S2 - kerja - menikah

S1 - kerja - menikah - lanjut S2

S1 - kerja- menikah - tidak lanjut S2
Pilihan banyak. Dan semua orang bisa memilih sesuai apa yang dia butuhkan. Ada pekerjaan tertentu yang memang mensyaratkan kita harus S2, maka kita bisa memilih S2. Ada yang merasa cukup dengan S1, menikah dahulu, bila sikon memungkinkan akan lanjut S2 (ridho suami tentu perlu). Ada yang sudah S1 dan lanjut bekerja, kelak menikah dan tidak lanjut S2 karena punya kepentingan lain.


Wanita berpendidikan tinggi itu baik. Bila ia paham ilmu agama, tentu akan lebih baik lagi. Pendidikan yang dimiliki tidak digunakan bersaing dengan laki-laki dan merasa lebih tinggi derajatnya dari ayah dan suaminya. Bukan pula untuk berbangga-bangga. Semakin berilmu, semakin ia menghormati orangtua dan suaminya, semakin merunduk bak padi yang berisi. Yang ia tahu, ilmunya bisa digunakan untuk mendidik anaknya sendiri dan memberi manfaat besar pula untuk ummat.

Wednesday, June 29, 2016

Kenapa Keras, Ukhti? Izinkanlah Saudarimu Berproses :)

Bila ada seorang wanita muslim mengenakan jilbab karena IKUT TREND, memangnya kenapa? Apa kita sudah Maha Hebat karena tahu isi hati seluruh manusia? Sejak kapan tugas malaikat kita ambil alih?
Afwan..maaf..punten..tabe' kasiang..
Ketika ada saudari kita yang memutuskan menutup auratnya, kuatkan ia jika kita bisa. Biarlah dia pakai. Izinkan dia pakai. Berikan ia senyuman. Dia hanya berjilbab lebar, bukan melakukan maksiat. Dia tersentuh melihat saudarinya sudah menutup aurat. Dia ingin. Dia tertarik. Bisa saja diam-diam ia membuka buku-buku agama yang bahasannya ringan untuk ia baca "ooh..ternyata menutup aurat itu wajib ya dalam Islam..walau akhlak kita belum baik".
Selama itu baik, kenapa terus-terusan dikritik pedas? Dari ikut trend, bisa saja kelak dia berjilbab lillahi ta'ala. 😊

Kita (Ya. KITA) bukankah kita mengiba pada Allah..menangis siang malam dalam doa agar diberi hidayah, diampuni dosanya, dipahamkan ilmu agama, dikuatkan belajar dan bisa istiqomah. Pada diri sendiri kita sebegitu baiknya berprasangka. Lalu...mengapa kepada orang lain kita terus-terusan berburuk sangka?
"Ih..si Mawar..berjilbab udah kayak artis-artis tuh"
"Lihat deh kerudung barunya Melati..pasti mahal. Biasalah..cuma mau gaya-gayaan.."
"Anggrek sekarang berjilbab pasti karena ikut trend saja. Padahal kan harusnya berjilbab karena Allah ya.."
(Ah...pedihnya hati ini mendengar saudari yang satu mengomentari saudarinya yang lain)

Friday, June 03, 2016

LOST IN JAPAN !!

Assalamu'alaikum.. Konbanwa! :D
Lagi ingat sesuatu nih.. ^_^

27 Juli beberapa tahun lalu, itu momen di mana aku akan kembali ke Kobe setelah menginap (homestay) di rumah keluarga Kokubo di Itami. Sebelum bercerita terlalu jauh, aku akan menjelaskan sedikit mengapa aku bisa berada di Jepang. Pada saat itu aku sedang mengikut program pertukaran mahasiswa di Jepang dan salah satu kegiatan kami adalah menginap di rumah keluarga Jepang yang bermitra dengan program ini. Aku bukan orang yang mudah menghapal rute dan nama jalan, jadi saat harus pulang sendirian menuju Kobe dari Itami aku mendapat sedikit masalah. Sesuai judulnya, yes, i’m lost in Japan! Dan itu bukanlah sebuah track record yang patut diacungi jempol. Huhu. Namun pengalaman itu tetap menjadi hartaku yang berharga, yang kini membuatku tersenyum.

Malam itu, keluarga Kokubo melepasku di stasiun kereta di Itami. Aku pulang sendirian dari Itami. Naik kereta sampai di Kobe, melewati beberapa stasiun, seorang diri. Selama berada di Jepang, aku tidak pernah berpisah dengan kedua temanku sesama mahasiswi dari Indonesia. Namun saat akan homestay, kami mesti terpisah sementara. Saat akan berangkat ke destinasi masing-masing ada mahasiswa Jepang yang mendampingi kami, lalu sang mahasiswa akan kembali ke Kobe. Kemudian saat pulang ke Kobe, dari destinasi masing-masing kami mesti pulang seorang diri.

Yosh! Kita berpetualang (sendirian)!! :D

Bismillah. Tak lelah kurapalkan doa agar perjalanan pulangku baik-baik saja. Stasiun masih ramai di malam hari musim panas. Setelah berpamitan dan mengucapkan banyak-banyak terima kasih pada keluarga Kokubo, aku berjalan memasuki gerbong kereta. Ada yang menoleh untuk melihatku, mungkin karena hijab panjang yang kukenakan. Di dalam kereta itu seingatku tak ada yang berpenampilan turis, semuanya nampak seperti orang Jepang pada umumnya. Jadilah aku sedikit mencuri perhatian beberapa orang di sana. Aku duduk di kursi empuk yang panjang. Dengan dada berdebar karena takut nyasar, kulihat secarik kertas pemberian Yoko san yang sudah diberi catatan nama stasiun yang akan kulewati dan stasiun tempatku turun yakni Stasiun Sannomiya.

Keringat dinginku meluncur melihat catatan itu penuh huruf kanji. Aku tidak tahu cara bacanya. Sejenak aku bingung mesti meminta tolong kepada siapa, ponselku dulu belum secanggih sekarang untuk menerjemahkan huruf kanji. Sebelum kereta benar-benar berangkat, ada seseorang yang melangkah masuk ke dalam kereta. Pria itu duduk di sebelah kananku, tak jauh dari posisiku. Kulirik orangnya, hmm..wajahnya ramah, pakaiannya santai rapi, dan tidak nampak sibuk, plus lumayan ganteng *eh. Dia hanya duduk tanpa memegang ponsel. Dia juga tidak nampak ingin tidur. Kuabaikan rasa malu dan segera mendekat untuk bertanya kepadanya. (Malu bertanya, sesat di jalan!!)

“Maaf..” (tentu dengan Bahasa jepang, tapi di sini kuterjemahkan saja)

“Iya?” si orang Jepang merespon cepat. Aku mendekat beberapa senti, dia juga mendekatkan dirinya.

“Maaf, aku ingin bertanya. Kalau mau turun di stasiun Sannomiya, mesti lewati stasiun apa saja? Aku tidak bisa baca kanji ini” sambil menunjuk catatan di kertas.

tiket pulang dari Itami ke Kobe :) baca tuh kanjinya! :D