Saturday, December 14, 2019

Circle Positif

Aku punya 2 kenalan, mereka lebih senior meski jarak usia tidak jauh. Satu masih proses hafal Qur'an -setahuku-, sebut saja Melati. Satunya lagi sudah khatam dan punya ijazah sanad, sebut saja Mawar. Nama-nama bunga😄

Saat aku kesulitan menghafal suatu surah (alias tidak maju-maju, di situ mulu' muter-muter..astaghfirullah😥) si Melati bilang, "Hah? Masih di situ? Masa' gitu saja nggak bisa?? Lamban amat! Itu juga nggak banyak kok. Lebih banyak hafalanku nih tiap hari. Lebih keraslah berusaha! Jangan main terus! Biar nggak bodoh". Kurang lebih seperti itu😂

Dan di hari yang berbeda saat merasa kesulitan lagi😓, komentar si Mawar begini, "Insyaallah kamu pasti bisa. Menghafal Qur'an itu harus sabar dan nggak perlu tergesa-gesa. Meski kamu merasa kamu lambat dibanding orang lain, tapi kamu jangan pernah berhenti berusaha". Nah gitu😢

Dan seiring berjalannya waktu, aku memang lebih akrab dengan si Mawar dibanding dengan si Melati. Lebih nyaman dengan orang-orang yang kalau ngomong masih pakai hati. Lebih mudah patuh dan nurut juga sama kata-katanya😆.

Misal juga kayak kasus gini nih..
A : Apaan pamer aurat begitu? Bangga? Bangga dilihatin lawan jenis gitu?? Dosa tauk!
B : Lebih baik tutup auratnya, biar nggak diganggu lawan jenis. Lebih terjaga. Kalau niat ibadah, dapat pahala juga.

Lebih enak dengerin yang mana? Kalau aku yang B lah😀. Itu satu contoh lain saja.

Kembali ke topik awal.

Dulu (dan mungkin sampai sekarang🤔) saat aku belajar apapun, kalau guruku mengucapkan kata-kata bernada sinis atau pedas padaku (tidak banyak sih guruku yang begini hehe), mungkin aku bisa patuh dan mendapat nilai A atau nilai 100 pada mata pelajaran itu. Tapi bukan berarti aku akan suka dengan gurunya😅 (tidak benci, yah biasa aja maksudnya, bukan guru favorit hehe). Kadang malah aku incar nilai tinggi hanya untuk membuktikan aku bisa, bukan karena suka.

Tapi kalau guruku mengajar dengan metode seperti Mawar yang ucapannya lebih soft memotivasi dibanding menghakimi dengan kata bodoh, aku bisa lebih nyaman belajar. Meski mungkin nilaiku tidak tinggi, tapi ada perasaan ingin terus berusaha agar hasilnya bisa lebih maksimal. Dan tentu saja, aku akan suka gurunya. Berusaha tidak mengecewakan guru tersebut.

Memang setiap orang/murid itu berbeda-beda. Ada yang bisa dikerasi agar termotivasi (atau mau tak mau menjadikannya bahan bakar menuju kesuksesan tanpa baper berkepanjangan), alias orangnya tidak 'ambil hati'. Dan ada yang mesti dilembuti agar termotivasi (bukan berarti mesti dimanja ya, tapi bila ditegasi tetap dengan ucapan yang baik, bukan menghakimi dengan kata-kata buruk dan kasar), karena kalau dikerasi bawaannya sedih sendiri.

Kalau aku cek bagaimana diriku, sepertinya aku tipe yang lebih cocok dilembuti atau ditegasi dengan kalimat baik untuk jadi patuh dan bersemangat. Karena kalau dikerasi aku bisa saja ikut keras sepertinya. Apalagi dikasari..wah wah..bahaya. Dan aku tidak mau seperti itu.

Jadi ujung-ujungnya aku lebih milih jaga jarak atau menjauh dari orang-orang heartless, daripada merasa 'patah' sendiri tapi orang yang keras itu tidak mengerti.

Aku juga bisa utarakan jujur pendapatku, "aku nggak suka", kalau memang sedang tidak suka dengan suatu hal. Jadi tergantung bagaimana respon si lawan bicara. Kalau tidak ngerti, yowes lah. Mungkin dia memang sudah tabiatnya begitu.

Walau ada juga posisi dimana aku berusaha untuk menerima dan belajar lebih bersabar. Bisa sih. Namanya juga hidup yaa. Tidak semua hal selalu sesuai mau kita. Ada saja ujiannya, agar kita belajar sabar (mau nggak mau), dan menjadi lebih sabar seiring berjalan waktu. Allah hadirkan ujian dan masalah, supaya kita makin tangguh. Pelaut tangguh kan tidak lahir dari laut yang tenang😁. Tapi hati juga tetap tidak bisa bohong kan?😄. Sekalipun belajar membiasakan diri menghadapi orang keras, aku lebih nyaman bergaul akrab dengan orang-orang yang tidak berucap dan bertindak keras atau kasar. Dan tentu yang tulus donk. Yang benar-benar support, bukan lain di mulut lain di hati gitu (berteman tapi menikam dari belakang) lho ya. Aku dan kamu tentu butuh pergaulan dan pertemanan yang sehat😁.

Tegas boleh. Itu bagus. Dan perlu.👍
Yang tidak bagus itu keras apalagi kasar.

Tipe orang dalam mengajar atau mendidik itu juga pasti berbeda. Tapi pengajar dan pendidik juga perlu tahu, tidak semua murid bisa maju berkembang dengan cara didik yang sama.

Jangankan murid, anak-anak yang lahir dari rahim satu orang ibu saja bisa berbeda-beda karakter dan sifatnya. Tentu menghandle mereka pun tidak bisa dengan satu cara yang sama. Ada anak yang bisa diajak belajar tapi sambil main lari kanan kiri. Ada juga anak yang fokus belajar kalau duduk tenang dengan bukunya di atas meja. Ada yang mudah paham kalau mendengar. Ada yang mudah paham kalau melihat contoh. Yah beda-beda lah.

Waktu terus berjalan...
Tiba saatnya aku yang mengajar. Saat aku mengajar muridku, aku berusaha mengucapkan sesuatu seperti apa yang Mawar (dan guru-guru seperti Mawar) ucapkan. Tidak buru-buru menghakimi, dan berkata lebih lembut untuk memotivasi. Tentu tegas boleh, pada beberapa sikon. Tapi berusaha dijaga kata-katanya. Agar yang sampai padanya adalah perhatian positif, bukan perhatian negatif. Sambil terus belajar tentang diri mereka, mereka tipe seperti apa, bisa disentuh hatinya dengan cara apa.

Setidaknya bercermin dulu..."apa aku suka dibeginikan dan dibegitukan?" Kalau tidak suka berarti jangan lakukan pada orang lain.

Kadang aku sadar sudah khilaf bertindak dan berucap dengan nada keras. Biasanya aku cepat mengubah caraku itu. Minta maaf pada manusianya. Mohon ampun pada Allah.

Tapi btw.. untuk beberapa kasus, kepada oknum-oknum tertentu yang sudah bertindak di luar batas, aku perlu mengultimatum keras oknum tersebut. Ini pengecualian ya🙄. Bukan berkata kasar kok, apalagi kotor, seingatku tidak pernah sih. Hanya tegas dan bisa bersikap keras. Yah..untuk kasus dan oknum tertentu saja. Yang benar-benar tidak bisa lagi diajak komunikasi dengan bahasa lembut dan malah makin ngelunjak bertindak dzalim😌. Kan kadang ada tuh orang-orang yang membalas kebaikan kita dengan kedzaliman, atau orang yang tidak kenal kita tahu-tahu menghakimi macam-macam. Hehe
**tapi yang pasti kerasnya bukan ke muridku donk😌

Kalau aku belum tahu cara yang tepat untuk mengajar dan menghandle muridku, setidaknya memotivasi dengan lembut insyaallah tidak akan membuat hati dan semangat seseorang patah.

Mungkin hal ini juga yang membuat banyak orang datang curhat, dan curhatnya beragam pula, durasinya panjang dari episode 1 sampai 100😄.

Ini unek-unek sederhana seorang feeling introvert. Yang pernah tes stifin pasti tahu apa itu feeling introvert😁.

Setiap orang ada plus minusnya. Termasuk aku (eh aku ada plusnya juga kah?😒). Tapi..tidak salah berada dalam lingkaran orang-orang yang memotivasi kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Yang lembut, yang tahu adab, yang bisa tegas tapi tetap santun dan tulus. Bukan berarti mengungkung diri dalam zona nyaman. Beda donk. Tapi lebih kepada menjaga kesehatan mental dan menjaga kebersihan hati. Sekaligus belajar agar sebaik mereka. Agar bisa menebar kebaikan yang sama pada orang lain.

Mari menjadi manusia yang lebih baik lagi dibanding diri kita yang dulu, seperti doa-doa kita selama ini, terutama baik dalam pandangan Allah. Semoga Allah membimbing, menolong, dan memberikan hidayah-Nya.

- Rahmah Alhasnah
#catatanrahmah
Makassar, 14 Desember 2019.

No comments:

Post a Comment

say what you need to say & be kind :)