Tuesday, December 23, 2014

Dia yang PHP Atau Kamu yang Geeran?

Assalamu'alaikum. Bismillah. :)

Fenomena PHP dan Menimbun Harapan Sendiri. Ah...itu tema tulisan kali ini. ckck

Buat adik dan kakak-kakak wanita,..simple saja sih...selama si 'dia' belum nembak (bilang suka langsung, mengajak untuk berumah tangga, atau melamar), gak perlu geer dengan segala macam perhatiannya. Orang baik kan memang banyak, bisa siapa saja. Jadi jangan berpikir hanya dirimu saja yang dibaikin sama dia. Iya kan? ^^ Karena boleh jadi bukan cuma kamu yang diperhatiin (itupun sebenarnya diperhatiin sebagai teman sih). Mungkin dia orangnya memang baik pada semua orang. Banyak orang yang seperti itu, termasuk dirimu sendiri mungkin? Yang bersikap ramah (tapi kadang..tidak tahu menempatkan keramahan dengan benar dan aman, saya pun kadang lalai bersikap). Jadi tergantung kita sebagai wanita bagaimana pandai-pandai menjaga perasaan dan hati kita sendiri, perlu dipagarin dengan logika. Kawan pria boleh kasih kita perhatian bertubi-tubi, tapi selama hati bisa dijaga (tidak geeran) insyaa Allah kita aman (karena kita tidak sibuk menimbun harapan lebih yang sebenarnya tak pernah ada untuk kita).


Geer itu manusiawi memang, tapi sebaiknya geernya itu kalau sudah JELAS saja. Jelas kayak gimana? Misalnya nih...si dia sudah bilang sendiri tentang isi hatinya kepada kita, tentang keseriusannya malah. Nah..kita geer di saat seperti itu malah cantik. hehe. Wajar banget. Bukan geer karena tafsiran sendiri..sebab kebaikan dan kepedualiannya yang umum, bukan pula akibat "katanya..katanya.." (katanya teman kita, dia suka kita..katanya si anu..katanya si itu..ahk..kabar itu kan belum shohih!). Kalau sudah 'ditembak/dilamar' oleh si dia langsung, nah kitanya wajar banget untuk geer. Bahkan rasanya..tidak ada alasan lagi untuk tidak merasa geer, desyo? :)

Thursday, December 04, 2014

Jika dighibah dan difitnah?

"Jangan suka berkumpul dengan orang yang hobinya ngomongin orang lain. Karena sekali kamu nggak ikut ngumpul, kamu yang diomongin" (hihi..pesan dari dp bbm teman ^^)

**
Salah satu cara cerdas dalam menyikapi ghibah dan fitnah itu adalah dengan cara menambah kebaikan, memperluas jaringan silaturahim, memperbanyak porsi sedekah dan ambil wudhu dirikan shalat dua rakaat saja. Lalu berlama-lamalah di sana... :)

Kalau cara itu kurang pas, maka ada 3 renungan renyah untuk menyikapinya:

1. Jika ia membicarakanmu di depan maka jelaskanlah barangkali pemahamannya rendah makanya memilih makan bangkai busuk daripada daging yang halal.

Tuesday, December 02, 2014

Fiksimini : Menjadi Milikmu

"Hmm.. Aku tahu kau belum mahir memasak. Tapi jika melihatmu berusaha memasak untukku, seperti tadi, aku selalu senang.." sejenak kulihat senyummu, "meskipun tetap masakanku yang masih lebih enak, dinda.. Akui sajalah. Ya kan?" lanjutmu sambil tertawa menang.

Ya, itu katamu, setelah kupaksa kau memberikan pendapatmu tentang kegiatan masak-masak tadi. Sebal, tapi mengapa suka? Mungkin bukan sebal namanya. Wajah merajukku, membuatmu mengelus kepalaku kemudian. Aku selalu suka sikapmu itu. Saat aku terkekeh, kau menjepit hidungku dengan jari. Dasar kau...

Aku sedang teringat saat kau membantuku memasak di dapur, kanda. Begitu berantakan, tapi kita berhasil. Kikukku memegang alat dapur, memotong ayam dengan cara tak lazim menggunakan gunting (maklum kanda, pisaunya kurang tajam! Ah, alibiku saja..), membuatmu tersenyum kecil dan sigap menawarkan diri membantuku. Pria yang ulet. Tapi aku cukup lihai membersihkan sayur-sayuran dan menghilangkan akar tauge kan? Aku juga bisa menggoreng telur yang berbentuk hati sempurna. Maklumlah, memasak dengan penuh cinta bersama yang dicintai ya seperti itu..hehe. Namun sungguh aku malu dan sering salah tingkah, kau tahu itu, tapi tatapan lembutmu segera menenangkanku. Ah, bahkan mencuci perabot masakpun kau ingin kita kerjakan berdua. Padahal aku bisa sendiri lho, kanda. Rasanya aku begitu merepotkanmu, tapi entah mengapa ada rasa hangat di dada saat melakukan apapun denganmu, sekecil apapun itu. Kanda, terima kasih atas segalanya. Aku akan belajar, dan menjadi yang terbaik untukmu.

"Wah, puisi dinda bagus.." ucapmu tak jauh dari telingaku.

Monday, December 01, 2014

Belajar Jaga Jarak please!

Assalamu'alaikum warahmatullah.
Ada yang sedang makan jam segini? Temenin aku lah. Sekarang aku lagi makan Pempek khas Palembang, asli dari Palembang dikirimin sepupu 1 kotak besar. Abis hujan..dingin-dingin, goreng-goreng dan kukus Pempek trus disantap..Alhamdulillah~ ^^

Kali ini aku cuma mau sedikit (padahal banyak -___-") menumpahkan hmm apa ya..ketidaksukaan terhadap sikap sebagian laki-laki yang pernah kukenal. Kita berbicara di ranah sosial media saja. Dunia yang kalau digunakan tanpa otak, malah bisa lebih banyak mudharatnya, merasa sosmed menjadi dunia yang cukup aman untuk bertingkah seenaknya karena tidak bertemu langsung dengan lawan bicara, sikap diubah dan dibuat-buat, menjadi ambigu dan tidak bertanggungjawab.


Paraghraf di atas khusus bagi mereka yang bersosmed tanpa otak. Tidak bertanggungjawab. Tebar pesona, haus perhatian, ciri-ciri gagal eksis di dunia nyata. Yap..sebagian kaoum lelaki begitu. (Kaum wanita juga ada sih yang begitu..tinggal kitanya saja yang pintar-pintar untuk tidak meniru)
Masih banyak kok yang bersosmed dengan aman dan bertanggungjawab. Menjadi dirinya yang terbaik di sosmed sebagaimana dirinya di keseharian nyata. Mereka ini nih yang keren. Tidak perlu tebar pesona..karena pesonanya sudah memancar kemana-mana. :)

Friday, November 28, 2014

Catatan Untuk Istri

Bismillahirrahmanirrahim :)

Catatan Untuk Seorang Istri

Suami dibesarkan oleh ibu yang mencintainya seumur hidup. Namun ketika dia dewasa, dia memilih mencintaimu yang bahkan kamu belum tentu mencintainya seumur hidupmu. Justru sering kali rasa cintanya padamu lebih besar daripada cintanya kepada ibunya sendiri.


Suami dibesarkan sebagai lelaki yang ditanggung nafkahnya oleh ayah-ibunya hingga dia beranjak dewasa. Tetapi sebelum dia mampu membalasnya, dia telah bertekad untuk menanggung nafkah seorang istri, perempuan asing yang baru saja dikenalnya dan hanya terikat dengan tali pernikahan tanpa ikatan rahim seperti ayah dan ibunya.

Saturday, November 15, 2014

Untukmu, Para Pejuang Pena!

Assalamu'alaikum.

Alohaa..akhirnya blog ini terbobol juga. :D Alhamdulillah..

Oke. Kali ini aku mau curhat :p
Selama ini ketika belajar pendidikan ilmu agama di kelas (dari SD sampai SMP), entah aku yang kebanyakan tidur atau pelajarannya masuk telinga kanan keluar telinga kiri, ataukah memang pelajaran tentang dilarangnya menyentuh lawan jenis nonmahram belum diajarkan guru..entah..tapi aku benar-benar baru paham tentang hal tersebut ketika membaca sebuah novel yang menang perlombaan (sepertinya tingkah nasional, hmm aku lupa..), di masa kelas 1 SMA. Judulnya "Ayo kita bersaing!". Nama penulisnya aku tidak ingat, tapi ia seorang muslimah. Ada yang pernah baca? Bagus menurutku. Settingnya sekolah SMA umum, pas dengan kondisi masa itu..hehe


Melihat antar teman tidak bisa salaman, bagiku dulu..aneh. Memangnya kenapa kalau salaman? Jabat tangan? Atau sekadar toss saat memenangkan pertandingan? Kita kan tidak berzinah. Hehe. Kelihatan banget jauh dari ilmu Islam. Namun lambat laun..Alhamdulillah dipahamkan Allah..lewat belajar dan belajar. Sekarang kalau melihat antar lawan jenis nonmahram bisa salaman bebas atau bahkan rangkul-rangkulan, hmm senyum saja dulu. :)

Tuesday, September 23, 2014

Dia yang tak pernah lupa..

Masjid ini tak ada hijabnya, maka aktivitas jamaah pria dan wanita di lantai atas bisa terlihat dengan leluasa. Kecuali jika jamaah sedang membludak, maka jamaah wanta akan diarahkan ke lantai bawah dan jamaah pria tetap di lantai atas (salah satu sisi lantai atas yang kumaksud adalah seperti di foto ini).


Kujatuhkan pandangan ke arah depan dengan pikiran yang lepas. Pria berkaos cokelat lusuh dengan celana panjang hitam yang sedari tadi duduk di antara jamaah pria bangkit berdiri. Kedua lengannya tertekuk, seperti membentuk huruf V, kaku, dan punggung tangannya seperti lemas terjatuh. Ia berjalan gontai menuju shaf belakang dengan kaki yang tak sempurna pula bentuknya. Pelan, tertatih, memegang tas selempangnya dengan tangan yang tertekuk kaku. Lelaki itu duduk kembali di shaf belakang, menengadahkan tangan berusaha ke depan tapi hanya bisa terangkat melebar ke samping. Ia sapu wajahnya kemudian. "Pasti ia baru saja berdo'a", batinku.

Thursday, September 18, 2014

Bandara, Jepang, dan Sekeping Kenangan

Iya.. Sedang berada di bandara. Numpang duduk dan foto-foto.😁
Jadi ingat masa KKN profesi di bandara Sultan Hasanuddin dulu, setiap sekitar jam 9.30-10.00 wita pagi itu, mulai dari cleaning service, karyawan, sampai bapak pilot pada datang ke salah satu musholah kecil di dekat kantor informasi untuk shalat dhuha.

Ada seorang petugas cleaning service yang kayaknya tidak pernah bolos. Setiap aku ada, dia pasti ada. Setiap aku tidak ada, hmm mungkin dia tetap ada di sana, haha *berbaik sangka*, di sekitar jam 9.30an juga. Tapi emang pernah kok, aku lihat dia juga saat aku ke toilet di dekat situ. Dia shalat. Berdo'a yang lama. Khusyuk *ketahuan ye..ane ngeliatin orang dengan khusyuk juge*😅. Kadang malah cuma berdua aja dalam beberapa menit sebelum yang lain datang. Waktu itu aku numpang ngemil saja sih di musholah. Mangkir sejenak dari dering telefon di ruang kerja.😂

Duh..saudara(i) muslimku,
Begitu nyamannya kita yang umat muslim beribadah di tanah air. Ada masjid. Ada musholah. Tumpah ruah. Ada rumah teman yang tahu arah kiblat. Mereka punya mukenah. Mudah. Nyaman. Tidak ada rasa sungkan apalagi takut.
Haneda International Airport, Tokyo :)
Flashback kembali beberapa tahun ke belakang, sewaktu masih berada di negaranya Doraemon, agak susah lho nyari tempat shalat macam masjid dan musholah..tak semudah di sini. Masjid dan musholah masih jarang di tempat aku tinggal. Di kampus adanya gereja, bukan musholah. Dulu pun aku ke sana dengan ilmu agama yang minim sekali, masih sering bingung mau shalat qasar atau jamak, dan "dimananya" itu lho, agak ribet nyarinya. hehe

Saturday, August 02, 2014

Cara Jawab Pertanyaan KAPAN NIKAH dan Pengganti Pertanyaan KAPAN NIKAH

Kok takut banget sih ditanya "KAPAN NIKAH?" Biasa saja lah *elus-elus dada, bersabar*😑. Mungkin bisa jawab begini :

1. "InsyaAllah semoga segera, Pak Bu. Mohon do'anya ya.." *sambil senyum manis* (Biasanya ini jawaban orang-orang baik, lembut, dan sabar..atau pasrah..hehe)
2. "Masih mau mengejar karir dulu, Om Tante. Mau sukses dulu.." (terdengar klise..tapi yang memilih seperti ini pun ada karena memang mereka seserius itu mengejar impiannya😊)
3. "Kalau putra/ponakan/kenalan bapak dan ibu yang shalih siap melamar saya". (Atau) "Kalau putri/ponakan/kenalan bapak dan ibu yang shalihah siap saya lamar". (Nah! Coba ini! Bagi yang single dan belum punya calon untuk dilamar)
4. "Kalo bapak kapan nikah lagi?" (Siap-siap dipelototin istrinya..hati-hati)
5. "Kenapa? Anda mau jadi wedding organizernya? Ngurusin walimahnya saya? Mau sumbang dana gitu?" (Ini kode. Kode butuh dana)
6. "Aah..hohoho.. si bapak dan ibu mah nanya-nanya mulu. Kayak yang paling banyak isi amplopnya aja ntar" *trus lanjut ketawa sinis ala ibu-ibu julid*

Thursday, February 13, 2014

Fiksi Mini : Jejakku di Padang Panjang. 1931.

Di Thawalib, Padang Panjang, mentari kembali ke peraduan.

Seperti hari kemarin, usai belajar aku dan beberapa kawan berjalan menuju surau. Di dalam, orang-orang yang sudah berkumpul di salah satu sudutnya menarik perhatianku. Kudatangi perkumpulan itu bersama seorang kawan, penuh semangat ikut duduk melingkar. Mereka yang tadinya ramai bercerita mendadak terdiam. Semuanya menoleh ke arahku. Salah satu yang kutebak sebagai pemimpin majelis membuka suara.

"Maaf Zainuddin, kami ingin membahas sesuatu yang hanya bisa dibicarakan ke sesama anak Sumatera. Jadi kiranya.."

Kalimat menggantung itu sudah kuketahui maksudnya. Aku tersenyum dan mengangguk pelan. Bangkit berdiri, mundur menjauh dari majelis. Kawanku tak ikut, ia tertahan.

Di sudut surau yang lain aku memilih berbaring, memandang bayangan lilin yang menari di atas dinding kayu. Kupejamkan mata, mengabaikan perasaan dikucilkan yang kerap kualami sejak hari pertama aku tiba di tanah Minang, di dusun Batipuh yang elok, setahun lalu. Begitu pandai aku dijamu ketika aku sedikit berharta di awal kedatanganku. Berkurangnya hartaku, berkurang pula kasih sebagian dari mereka, bahkan dari yang masihlah ada hubungan saudara. Di sini pun tak jauh beda. Dianggap orang asing, tak bersuku, membuatku sulit berucap "aku pun orang Minangkabau", meski ayah seorang asli Minang keturunan bangsawan dan bergelar. Di Padang Panjang, keluarga Bang Muluk lah yang selalu hangat dan penuh suka cita menyambut dan menerimaku sungguh apa adanya. Memberi semangat di setiap langkahku menuntut ilmu, selain surat-surat dari Mak Base dan surat-surat kerinduan Hayati jauh di Batipuh.

Pesona Gunung Singgalang, Padang Panjang